CERITA HALU 7
Kisah ini adalah kisah sambungan dari: Di Antara Union Busting dan Solidaritas Pekerja (Bagian 5)
"Aku malas!" kata Benzema sambil mengibaskan tangannya tak acuh saat kawan-kawannya mengajak bersolidaritas ke depan pabriknya Fatur.
"Lahh! Tumben amat? Biasanya kau kan yang paling getol ngajak kita-kita ikut aksi solidaritas?" kata Joey heran. Ia dan beberapa orang kawannya sengaja menghampiri Benzema, karena biasanya dia yang akan berdiri paling depan saat aksi.
Benzema tak menjawab. Ia hanya membuka baju luarnya. Terlihat kaos oblong yang sudah bolong-bolong. Lalu ia merebahkan dirinya di hamparan kardus yang memang banyak terdapat di tempat itu.
"Yah! Dia malah rebahan! Wooi!," Joey geregetan dengan sikap Benzema. Kemudian ia menarik kardus yang dihimpit oleh tubuh Benzema. Membuat Benzema hampir terjungkal karenanya.
"Haiiit! Sialan lu!" Benzema sigap melakukan salto melentingkan tubuhnya ke atas sedemikian rupa dan hinggap di kakinya lebih dulu. Kaki dan tangannya langsung bersikap kuda-kuda seperti gerakan ahli silat yang terlatih.
"Wow ... Wow! Et, dah! Malah ngajak kelahi!" seru Cornel sambil mundur ke belakang. Kawan-kawannya yang lain juga ikut mundur.
Mereka tahu persis jika Benzema di samping seorang buruh pabrik, juga terkenal sebagi guru silat yang sangat ahli. Tubuhnya biasa saja tak terlalu besar, tapi jika bersilat, lincahnya bukan main.
Benzema terkikik geli melihat reaksi kawan-kawannya. Tadi ia sengaja memamerkan gerakannya untuk menggoda mereka.
"Udah kubilang, aku malas!" kata Benzema sambil membenarkan posisi kardus yang tadi ditarik Joey. Lalu duduk bersila di atasnya. Dan dengan acuhnya, ia mengambil sebatang rokok 378, membakar dan menghisapnya dalam-dalam.
Joey, Cornel dan lainnya ikut duduk memutar setelah masing-masing mengambil kardus.
"Kenapa sih, Bro? Gak seperti biasanya ente nolak aksi?" tanya Joey penasaran. "Ini kan si Fatur! Kawan kita sendiri, lho! Main futsal bareng malahan. Kok, kamu gak mau solidaritas? Kesian tau, dia sendirian."
Benzema hanya diam sambil menyandarkan tubuh ke dinding di belakangnya. Lalu ia menghisap rokoknya dalam-dalam.
"Justru itu ...." Kalimat itu keluar dari mulutnya berbarengan dengan asap rokok yang tadi ia hisap. Setelah asap itu habis, ia melanjutkan.
"Aku kasihan ama dia. Sendirian. Tempo hari lewat depan pabriknya. Tadinya mo mampir, tapi setelah lihat gak ada satupun kawan dari dalam pabriknya sendiri. Aku malah bingung."
"Bingung kenapa?" tanya Cornel, ia ikut mengambil sebatang rokok 378, dan mulai membakar lalu menghisapnya.
"Ya bingung, lah! Kita yang orang luar malah yang nemenin Fatur. Lah, temen-temen di dalem malah gak ada yang keluar nemenin, kan sialan!"
"Mungkin mereka masih kerja kali, bro." Joey yang berkata sambil menyingkir agak jauh. Dia memang bukan perokok. Sebagai pemain futsal, ia menjaga benar kondisi tubuhnya.
"Hadeuh ...! Kan pulang kerja mereka bisa mampir ikut nemenin Fatur. Terus yang shift malam? Ke mana mereka? Masa gak ada seorangpun yang nemenin? Kasih support kek! Jadi kita yang di luar, ikut semangat!" Benzema agak berapi-api saat mengucapkan itu.
Kawan-kawannya terdiam.
"Iya juga, sih," celetuk Ronal yang pendiam.
"Iya apanya?" tanya Cornel.
"Aneh aja. Masa gak ada temen satu pabrik yang nengokin Fatur. Bareng-bareng di depan pabrik. Kayak di pabrik-pabrik lain? Katanya satu serikat, kok gak ada yang muncul?"
"Nah, itu dia! Makanya aku malas!" timpal Benzema, ada nada kesal di suaranya.
"Atau mungkin ...." Lajuardi yang ikut nimbrung tak menyelesaikan kalimatnya.
Kawan-kawannya serempak menoleh ke arahnya dengan mata bertanya.
'Mungkin apa?" Joey yang berbicara.
Lajuardi menghela nafas berat sesaat. Ia menatap wajah teman-temannya satu persatu. Wajahnya tegang. Lalu ia melanjutkan kalimatnya.
"Mungkin mereka takut!" desisnya membuat suasana penuh misteri.
"Hah? Takut? Takut apa?" Benzema yang sekarang penasaran.
"Takut dipecat lah! Apa lagi yang membuat mereka takut selain hal itu?" seru Lajuardi dengan yakin.
"Haahh!? Takut di pecat??!
Hampir berbarengan kawan yang lain berkata yang sama.
"Lah! Ngapain gabung serikat kalo ketakutan seperti itu masih ada?" Cornel penasaran.
"Hmm ... Semakin jelas, kenapa Fatur hanya sendirian. Mereka ternyata penakut semua! Pengecut! Kalo begini mending si Fatur ambil aja pesangonnya! Minta setinggi-tingginya!" cetus Benzema dengan geram.
Kawan-kawannya tak ada yang bersuara. Mereka maklum jika Benzema sejengkel itu.
"Ngapain cape-cape, tinggalkan saja mereka semua. Beres! Kita juga gak cape mikirin dan berkunjung ke sana! Biar saja nanti kalo mereka ada masalah, gantian kita syukurin! Biar tau rasa mereka semua! Bubar, bubar deh serikat FSPGB di pabrik itu!" lanjutnya saat melihat teman-temannya yang lain hanya diam.
"Benar juga. Jika Fatur gak ada di situ. Managemen akan lebih mudah membubarkannya. Hanya Fatur yang paling aktif di sana. Yang lain hanya pengikut yang penakut saja!" balas Joey sambil manggut-manggut.
"Ya, mungkin gak gitu juga kali. Siapa tau mereka punya alasan lain. Konon, kesejahteraan di pabrik itu bagus sekali. Makanya mereka betah, dan umur mereka banyak yang sudah uzur. Mungkin masih punya hutangan sana-sinu. Cicilan ini itu. Atau yang punya istri dua, kan bingung tuh kalo di pecat!" celoteh Ronald dengan semangat.
"Sok tau, lu!" Benzema mencibirkan bibirnya.
"Tapi walau bagaimana pun juga, Fatur tetep sohib kita. Dia pasti butuh dukungan dari yang lain. Kalo bukan kita, siapa lagi?" kata Joey setelah ia merenung lama.
"Enggak! Aku tetep gak mau!" tukas Benzema keras kepala. Lalu ia mulai selonjor, bersiap akan rebahan lagi.
"Ayolah! Lagipula di sana sudah ada Tince, lho!" kata Joey sambil tersenyum penuh arti.
Benzema tak jadi selonjor. Ia kembali meluruskan badannya.
"Tince? Ada di sana? Eh--anu, kayaknya kita harus menemani Fatur deh. Kesian kan dia?" ucap Benzema patah-patah. Mendengar nama itu, hatinya langsung berbunga-bunga.
Joey dan Cornel saling pandang. Keduanya menahan tawa. Mereka tahu belakangan jika Benzema ini naksir dengan Tince, salah seorang anggota FSPGB yang juga berprofesi sebagai penyanyi gurun pasir. Mempunyai wajahnya cantik, tubuh yang molek. Sedikit centil.
"Ayo berangkat! Tunggu apa lagi!" teriak Benzema tak sabar. Bajunya sudah ia pakai dengan cepat. Bau parfum menyerebak ke mana-mana, entah kapan ia menyemprotkan cairan itu.
Joey dan Cornel semakin geli. Mereka semua segera beranjak dari tempat itu. Menuju pabrik tempat Fatur bekerja.
Sementara itu, Lajuardi hanya geleng-geleng kepala. Masygul. Ia teringat Dewi, istri sahnya Benzema.
++++++++++
Bersambung ke: Di Antara Union Busting dan Solidaritas Pekerja (Bagian 7)
Judul asli: CERITA HALU 6.
Penulis; Yous Asdiyanto Siddik. Minggu, 21 Maret 2021.
Disclaimer: nama jika sama hanya kebetulan belaka, tanpa menyinggung yang bernama sama dengan di cerita, maklum namanya juga HALU.
#save_ampi #StopPHKsepihak