Di Antara Union Busting dan Solidaritas Pekerja (Bagian 7 - Tamat)

Di Antara Union Busting dan Solidaritas Pekerja. Anggota yang lain nyalinya sudah gak ada. Termasuk beberapa pengurusnya. Sudah tak bernyali lagi

CERITA HALU 8


Kisah ini adalah kisah sambungan dari: Di Antara Union Busting dan Solidaritas Pekerja (Bagian 6) 


Di Antara Union Busting dan Solidaritas Pekerja (Bagian 7)



BRAAKKK!

Meja kerja tebal itu dipukul sekuat tenaga oleh si Presdir.

"Tidaaak!! Sekali tidak, tetap tidak!!" teriaknya sambil memandang dengan sorot mata tajam pada Benarudinawisata, sang Pengacara.

Benarudinawisata hanya diam. Namun mimik wajahnya santai saja. Sebagai profesional, ia sudah biasa menghadapi hal begini. Tangannya asyik mengelus jenggotnya yang panjang hingga perut.

Si Presdir bangkit dari duduknya dengan tubuh bergetar menahan amarah. Ia melangkah ke jendela besar di ruangan itu. Melihat keluar jendela, banyak gedung-gedung tinggi di luar sana. Ciri khas kota besar.

"Perusahaan ini bukan perusahaan sembarangan, pak Sata." Ia bergumam, nyaris seperti bicara pada dirinya sendiri. Ia memang suka memanggil pengacara itu dengan penggalan nama belakang, Sata. Karena menurutnya kalau dipanggil pak Benar, atau pak Udin, itu nggak bonafid.

Benarudin mendengar itu. Ia tetap diam dan menunggu kalimat berikutnya.

"Perusahaan ini multinasional. Besar sekali. Dan saya pertaruhkan jabatan saya untuk menjaga nama baik perusahaan. Jangan sampai masalah sampah seperti si Fatur ini menurunkan derajat perusahaan," lanjut Presdir. Matanya masih memandang jauh keluar jendela. 

"Dan jika dia tak mau menerima tawaran kita, yang pesangon yang besar itu, maka sekalian saja, kita akan ladeni mereka."

"Pengadilan?" tanya Ranto yang sedari tadi sibuk dengan hape di tangannya. 

"Ya! Bahkan kalau mereka mau bawa ini ke tingkat lebih tinggi, ikutin!"

"Bagus jika mereka mau bawa ini ke jalur hukum. Pengadilan adalah kuburan untuk mereka ...," cetus Kurniawan sambil nyengir lebar.

Benarudinawisata mengangguk mengiyakan. Ia sering berhadapan dengan buruh-buruh di pengadilan. Dan mereka tak satupun yang berhasil memenangkan gugatan. 

Tadi ia memberikan laporan kepada Presdir hasil pertemuannya dengan perangkat organisasi. Di mana, hasil pertemuan itu tak menemukan kata sepakat. Tawaran nilai pesangon yang besar tidak mereka terima. Dan malah meminta agar Fatur dipekerjakan kembali tanpa syarat.

Dan seperti yang ia duga. Presdir pasti tak mau menerima hal itu. Konon, ia dengar si Presdir ini punya dendam pada organisasi FSPGB. Entah dendam kenapa, ia tak begitu paham. Selentingan gosip yang ia ketahui adalah bahwa Presdir ini akan membubarkan FSPGB di perusahaannya.

Tentu dengan cara seperti Fatur ini. Satu persatu ia preteli. Apapun caranya semua pengurus serikat pekerja akan dihabisi. Berikut anggota-anggotanya. Itu jika mereka tak mau keluar dari FSPGB.

Pengadilan adalah kuburan untuk mereka


Tok ... Tok ... Tok!

Semua yang ada diruangan dikejutkan dengan ketukan pintu. Presdir membalikkan badannya, wajahnya agak gusar terganggu oleh ketukan itu. "Masuk!" serunya kesal.

Pintu terbuka perlahan. Muncul Lastri dengan wajah pucat. Ia membawa selembar kertas. Dan ia tergopoh-gopoh menghampiri Presdir sambil memberikan kertas itu.

"Apa ini!?" tanya Presdir agak kasar.

"Surat aksi, Pak." Lastri menjawab takut-takut.

Presdir memperhatikan seksama isi surat. Membacanya dari awal hingga akhir.

"Hmm, mereka mau aksi besar-besaran? Berarti mereka menyatakan perang dengan kita?" ujarnya hampir bergumam. 

Senyum sinis muncul di wajahnya. Tarikan bibirnya yang melengkung ke bawah memperlihatkan kekejaman.

"Baik! Jika mereka mau perang! Kita beri mereka peperangan! Ha ... ha ... ha!" Ia tertawa terbahak-bahak namun sinar matanya mencorong sadis.

"Kurniawan, Lastri, dan kau Ranto! Siapkan semuanya. Hubungi semua kolega kita. Minta mereka semua bergerak! Kita perang!" Presdir langsung memberikan instruksi sesuai yang ia rencanakan.

"Siap, Pak. Kolega dari tukang pukul sudah siap, mereka yang di bawah komando para juragan sampah, siap bergerak. Aparat sudah menyiapkan empat pleton pasukan dan berperalatan lengkap. Mereka tinggal menunggu biaya operasional, Pak!" Lastri menjawab dengan semangat. Libido iblisnya muncul.

"Sialan kolega itu! Bilang pada.mereka malam ini dana semua turun! Dan Kurniawan, siapkan dana berapa pun jumlahnya untuk berperang! Gak usah tanggung-tanggung, buat kolega kita semua itu kenyang, hingga mereka akan menuruti semua kemauan kita!" Presdir mencak-mencak karena menganggap kolega mereka tak percaya akan dana yang ada.

"Si--siap, Pak!" Agak gugup Kurniawan menjawabnya. Ia merasa sayang dengan dana yang akan dikucurkan, karena biasanya dana itu akan masuk ke kantong pribadinya.

"Dan bagaimana dengan ribuan buruh, yang bakal datang? Dan kawan-kawan Fatur di dalam perusahaan?" Lanjut Kurniawan setelah bisa menguasai dirinya.

"Hancurkan! Bubarkan mereka! Toh gak bakalan banyak yang datang!" cetus Lastri.

"Iya! Sekarang mereka sudah pada penakut! Gak bakal banyak yang datang!" sambung Ranto dengan semangat.

"Terus, anggota yang di dalam perusahaan, bagaimana? Jika mereka ikut aksi, atau mogok?" tanya Kurniawan penasaran.

"Gak akan berani, Pak. Mereka semua penakut. Info dari kawan mata-mata, anggota yang lain nyalinya sudah gak ada. Termasuk beberapa pengurusnya. Sudah tak bernyali lagi!" jawab Ranto sambil menyeringai.

"Padahal, mau mereka ikut aksi atau enggak, mereka akan kita habisi semua!" kata Presdir santai.

"Tapi, Pak. Gima--" Kurniawan tak sempat selesaikan bicaranya.

"Tak ada tapi lagi! Hancurkan mereka semua, yang di luar, yang di dalam! Basmi!" potong Presdir yang berteriak dengan gemas.

Semua terdiam mendengar teriakan Presdir itu. Kurniawan menelan sisa kalimatnya yang terpotong tadi. Suasana menjadi hening.

Lalu, Presdir berjalan lagi menyusuri jendela ruangan. Yang lain tetap diam menanti. Kemudian ia tiba di jendela paling ujung, jendela yang bisa menampilkan pemandangan di luar lebih luas. Ia berdiri lama sambil menatap ke luar.

"Kau ingin perang Fatur? Akan ku beri kau sebuah perang yang bakal melumatkanmu!" desisnya. 

Membuat semua orang diruangan itu merinding.


++++++++++

Bersambung ke: Di Antara Union Busting dan Solidaritas Pekerja (Bagian 8)

Judul asli: CERITA HALU 6. 
Penulis; Yous Asdiyanto Siddik. Selasa, 6 April 2021.

Disclaimer:  nama jika sama hanya kebetulan belaka, tanpa menyinggung yang bernama sama dengan di cerita, maklum namanya juga HALU.

#save_ampi #StopPHKsepihak 


Posting Komentar

No Spam, Please.