Doom Spending: Ancaman Kemiskinan untuk Generasi Z dan Milenial
Pernah nggak sih lagi scrolling TikTok atau Instagram, terus tiba-tiba pengen banget punya barang yang lagi viral? Atau habis gajian langsung ludes buat beli baju baru? Tenang, kamu nggak sendirian kok ngalamin hal ini. Banyak banget anak muda yang kejebak dalam perangkap doom spending. Tapi, apa sih sebenarnya doom spending itu? Dan kenapa kita gampang banget tergoda buat belanja terus-terusan?
Konon Generasi Z dan milenial menghadapi risiko kemiskinan yang lebih tinggi dibandingkan generasi sebelumnya, terutama akibat fenomena doom spending atau belanja berlebihan tanpa kendali. Istilah ini menggambarkan kebiasaan menghabiskan uang secara impulsif sebagai pelarian dari stres dan kekhawatiran mengenai masa depan serta kondisi ekonomi global.
Menurut laporan dari Psychology Today, doom spending berbeda dengan retail therapy, di mana belanja dilakukan untuk menghibur diri dari masalah pribadi seperti hubungan atau pekerjaan. Sebaliknya, doom spending dipicu oleh ketidakpastian ekonomi global dan ketimpangan kekayaan antara masyarakat umum dan kalangan super kaya. Fenomena ini semakin diperburuk dengan akses mudah terhadap informasi global melalui ponsel pintar dan media sosial.
Penyebab Doom Spending di Kalangan Anak Muda
Doom spending itu kayak lagi nyari pelarian dari masalah dengan cara belanja. Padahal, masalahnya nggak bakal selesai, malah bikin dompet kamu makin tipis. Jadi, kalau lagi sedih, galau, atau bete, kamu langsung melampiaskannya dengan belanja. Padahal, barang-barang yang kamu beli belum tentu bener-bener kamu butuhkan.
Melansir Bloomberg, kondisi ekonomi yang tidak stabil, konflik internasional, dan isu seperti perubahan iklim memperburuk kecemasan generasi muda. Hal ini mendorong mereka untuk berbelanja online maupun offline sebagai bentuk pelarian. Di Indonesia, Buy Now, Pay Later (BNPL) atau layanan bayar tunda semakin memperparah kebiasaan ini, memudahkan anak muda untuk belanja tanpa memikirkan dampak jangka panjang.
Ylva Baeckström, dosen senior di King’s Business School, menyebut doom spending sebagai perilaku fatalistik yang mengancam kondisi finansial generasi muda. Ia memperkirakan Generasi Z dan milenial mungkin tidak akan mencapai tingkat kesejahteraan yang pernah dicapai oleh orang tua mereka. Bahkan, survei dari CNBC dan Survey Monkey menunjukkan hanya 36,5% orang dewasa merasa lebih baik secara finansial dibandingkan orang tua mereka, sementara 42,8% merasa lebih buruk.
Kenapa Kita Gampang Banget Terjebak Doom Spending?
- Pengaruh Media Sosial: Algoritma media sosial emang pinter banget ngasih kita rekomendasi barang yang lagi hits. Setiap buka aplikasi, kita langsung dihadapkan dengan iklan-iklan yang bikin ngiler. Lama-lama, kita jadi merasa kalau nggak punya barang itu, hidup kita nggak lengkap.
- FOMO (Fear of Missing Out): Takut ketinggalan tren juga jadi salah satu penyebab doom spending. Kita nggak mau ketinggalan sama temen-temen yang udah punya barang-barang terbaru, makanya kita ikutan beli.
- Stres dan Kecemasan: Kalau lagi stres atau cemas, belanja bisa jadi cara buat kita ngilangin perasaan negatif itu sejenak. Tapi, efeknya cuma sementara kok.
- Kebiasaan Belanja Impulsif: Kalau udah terbiasa belanja impulsif, susah banget buat berhenti. Kita sering kali nggak mikir panjang sebelum memutuskan buat membeli sesuatu.
Peran Media Sosial dan Akses Pinjaman Online
Di era digital ini, tren doom spending semakin dipopulerkan melalui media sosial. Konsep “You Only Live Once” (YOLO) mendorong generasi muda untuk menikmati hidup dengan membelanjakan uang untuk barang-barang mewah, tanpa mempertimbangkan dampak jangka panjang terhadap keuangan mereka.
Di Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat bahwa 60% dari pengguna pinjaman online berasal dari generasi muda berusia 19-34 tahun.
Fenomena ini mengkhawatirkan, karena kebiasaan belanja impulsif tidak hanya memperburuk kondisi keuangan mereka saat ini, tetapi juga berpotensi menjerumuskan mereka dalam lingkaran utang.
Dampak Doom Spending
- Dompet Kering: Yang paling jelas sih dompet kamu bakal cepat banget kosong.
- Utang Menumpuk: Kalau belanja pakai kartu kredit atau pinjaman online, kamu bisa terjebak dalam lingkaran utang yang susah banget buat dilunasi.
- Stres dan Depresi: Alih-alih bikin bahagia, doom spending justru bisa bikin kamu stres dan depresi karena merasa bersalah setelah belanja.
- Masa Depan Jadi Tidak Jelas: Kalau terus-terusan boros, kamu bakal kesulitan untuk mencapai tujuan finansial jangka panjang, seperti beli rumah atau investasi.
Mengatasi Doom Spending
Menghindari doom spending membutuhkan kesadaran dan pengelolaan keuangan yang bijak. Ylva Baeckström menekankan pentingnya membangun hubungan yang sehat dengan uang. Menurutnya, hubungan dengan uang sama pentingnya dengan hubungan interpersonal. Kebiasaan ini dibentuk sejak kecil dan dipengaruhi oleh bagaimana seseorang dibesarkan, baik dalam keluarga kaya maupun miskin.
Untuk mengurangi pengeluaran impulsif, psikolog Rosenberg menyarankan kembali menggunakan uang tunai daripada metode pembayaran digital yang praktis. Membayar tunai membuat seseorang lebih sadar akan jumlah uang yang dibelanjakan, karena menimbulkan rasa “sakit” saat menyerahkan uang secara fisik.
Sederhananya, Ini Cara Mengatasi Doom Spending
- Buat Anggaran: Susun anggaran bulanan dan patuhi itu. Dengan begitu, kamu bisa lebih mudah mengontrol pengeluaran.
- Bedakan Antara Kebutuhan dan Keinginan: Sebelum membeli sesuatu, tanyakan pada diri sendiri apakah barang itu benar-benar kamu butuhkan atau cuma sekedar keinginan.
- Cari Kegiatan Lain: Alihkan perhatian kamu ke kegiatan-kegiatan yang lebih produktif, seperti olahraga, membaca buku, atau ngobrol sama teman.
- Belajar Menabung: Biasakan menabung sedikit demi sedikit setiap bulan. Dengan begitu, kamu punya dana darurat untuk kebutuhan yang lebih penting.
- Jangan Takut Bilang Tidak: Kalau ada teman yang ajak belanja, jangan ragu untuk bilang tidak kalau kamu nggak punya uang atau nggak butuh barang itu.
Kesimpulan
Generasi Z dan milenial berada di bawah tekanan besar akibat ketidakpastian ekonomi global dan akses mudah terhadap konsumsi berlebihan. Fenomena doom spending menjadi salah satu ancaman besar bagi stabilitas keuangan mereka di masa depan. Meski demikian, dengan kesadaran literasi keuangan dan pengelolaan uang yang bijak, mereka masih memiliki kesempatan untuk menghindari jeratan kemiskinan dan membangun masa depan yang lebih baik.
Doom spending memang menggoda, tapi jangan sampai kamu terjebak di dalamnya. Dengan mengatur keuangan dengan lebih baik dan mengubah pola pikir, kamu bisa bebas dari kebiasaan belanja impulsif dan mencapai tujuan finansial kamu. Yuk, jadi anak muda yang bijak dalam mengelola uang!