Pesan Misterius Si Lembing Hitam

Lembing hitam ini adalah momok yang dibenci oleh para petani. Baunya yang menyengat tidak kalah mengganggu dengan efek gatal dan perih jika racunnya terkena kulit. Mereka akan terbang ke pemukiman saat bulan purnama bersinar terang. Seperti laron, mereka akan mendatangi sumber-sumber penerangan
Capung Raja Maling
Foto Capung Raja Maling - gembelmotret.blogspot.com 
Dari cerita nenek menjelang tidur, aku percaya kakek bisa berkomunikasi dengan segala jenis hewan rawa, dari buaya yang besar sampai kutu air yang tak tampak. Selain bapak, kakek adalah lelaki idola kedua dalam dunia kecilku.

Kakekku seorang petani sederhana yang serba bisa. Kadang ia memberiku sawo matang sepulang dari ladang, itu yang membuatku suka menginap di rumahnya walau sederhana, ada saja yang kakek bawa sepulang dari sawah ladang. Sore kemarin ia membawa cukup banyak ikan air tawar yang ia tangkap di rawa dekat sawahnya.

"Mengapa kakek menangkap ikan nek?" Tanyaku setelah kami usai makan malam bersama.
"Kamu ingat capung besar yang masuk ke rumah kemarin siang?" balas nenek.
"Ya, dia membuatku kaget karena terbang berputar-putar dalam rumah, dan cicak-cicak selalu mengejarnya saat ia hinggap sehingga dia terbang lagi dan lagi".

"Capung itu mencari kakek, dia bercerita tentang anak-anaknya yang ketakutan dengan ikan-ikan besar yang memakan anak capung yang belum bisa terbang" kata nenek.

"Kamu tahu kan anak-anak capung yang kecil itu hidupnya di bawah air, sampai dia besar bisa terbang?" sambung nenek memberi penjelasan padaku yang heran bagaimana bisa ikan-ikan di air dapat memakan capung yang terbang.

***

Kenangan itu datang begitu saja saat beberapa ekor lembing menempel dekat asbak rokokku. Seorang teman pernah berkelakar bahwa lembing adalah kunang-kunang yang dikutuk. Saya menyukai lelucon satirnya itu.

Kembali tersadar saat hidung mencium bau sangit khas binatang kecil ini mengisi malam sepi di pertengahan bulan Juli yang dingin. 

Mungkin angin malam yang membawa lembing ini jauh masuk ke pemukiman hingga ke rumah. Jarak sawah terdekat paling tidak 1-2 kilometer jauhnya di sekitaran Kampung Kelapa Tiga, Kebalen Kecamatan Babelan Bekasi. 

Namun yang penting saat ini bukan nalar dan logika mengapa lembing-lembing ini bisa sampai ke hadapanku, tetapi kemungkinan bahwa mereka sengaja datang membawa pesan, tapi pesan apa yang mereka bawa? 

***

Lembing hitam ini adalah momok yang dibenci oleh para petani. Baunya yang menyengat tidak kalah mengganggu dengan efek gatal dan perih jika racunnya terkena kulit. Mereka akan terbang ke pemukiman saat bulan purnama bersinar terang. Seperti laron, mereka akan mendatangi sumber-sumber penerangan.

Lembing ini datang tidak sendirian, di lantai juga merayap beberapa, sebagian lagi berterbangan mengelilingi lampu di teras depan rumah.

"Pesan apa yang kamu bawa, hai makhluk kecil yang keberadaannya dikeluhkan?".

Sebentar dulu, ia memang makhluk kecil jika dibandingkan dengan manusia. Tapi kalau dibandingkan makhluk lain semacam kutu air atau virus jelas ia adalah makhluk yang besar. Jadi, menyebutnya sebagai makhluk kecil sebenarnya tidak relevan.

Mengenai keberadaanya yang dikeluhkan juga masih relatif, kita manusia menerapkan sudut pandang dan standar untung rugi jika berhadapan dengan makhluk lain. Makhluk semacam lembing yang tidak memiliki nilai intrinsik yang menguntungkan secara ekonomi apalagi telah terbukti merugikan para petani pastinya akan dikeluhkan.

hama lembing di lantai rumah

Lembing tadi masih diam seperti pura-pura mati. Atau memang sudah mati? Apa yang bisa disampaikan oleh lembing yang mati? Apakah udara di Babelan ini sudah sangat beracun hingga lembing saja sudah tidak bisa hidup?

***

Suatu ketika saat aku sedang asik memanjat pohon sawo di kebun tiba-tiba kakek menyuruhku turun dari pohon. Aku segera turun dan berpikir akan mendapat marah karena memanjat pohon sawo yang tidak terlalu besar itu.

"Ayo kita pulang" kata kakek, lalu pergi. Aku mengangguk dan mengikuti langkahnya dengan lega karena ternyata ia tidak memarahiku. Namun kehadiran kakek di kebun masih membuatku heran.

"Biasanya kakek pulang setelah adzan ashar, mengapa sekarang masih siang sudah pulang?" tanyaku dalam hati. 

Kami berjalan beriringan melalui jalan setapak di antara rimbun pohon penghujan yang membatasi kebun. Saat sampai rumah aku langsung membantu nenek yang sedang mengangkat jemuran, tidak lama setelahnya hujan gerimis mengguyur, kemudian semakin lama hujan semakin deras. Cuaca cepat sekali berubah, barusan tadi panas terik, sekarang berganti hujan deras. 

"Alam dan segenap isinya ini semua berkomunikasi, namun tidak dengan bahasa yang kamu pahami. Kadang perubahannya walau sedikit saja sudah menjelaskan, tinggal pintar-pintar kita menerjemahkan bahasa alam ini" suara kakek terngiang. 

***
Kebalen, Babelan 
Jumat, 19 Juli 2019. 
Kajeng Keliwon Uwudan

Posting Komentar

No Spam, Please.