Mencintai Jalan Dakwah Ini
Oleh: Anisa Nur Azizah
“Teguh adalah nafas pejuang kebenaran sepanjang zaman, mereka tidak hanyut di air, tidak hangus di api, dan tak melayang di udara, tak goyah oleh tumpukan harta, kemilau tahta, dan rayuan dunia. Kiprah mereka hanya satu, tetap teguh dalam bergerak dan terus bergerak dalam keteguhan.” (Ust. Rahmat Abdullah)
Seungguhnya perjuangan dakwah ini tidak mudah, banyak yang jatuh bangun, banyak rintangan yang menghadap. Jalan ini terjal, terkadang bisa barbatu atau bahkan licin. Maka dari itu para pejuang harus memliki prinsip yang kuat agar tak mudah terombang-ambing dengan keadaan.
Langkah pertama: Dari Dulu Beginilah Cinta
Pada bab ini membahas bagaimana kesesatan kisah-kisah dahulu yang dilukiskan oleh para penulisnya, seperti kisah Romeo dan Juliat atau kisah Layla Majnun.
Penulis melukiskannya kisah romantika dengan akhir cerita yang bahagia. Padahal jika ditela'ah kembali kehidupan mereka berakhir sangat tragis, hal ini disebabkan karena Romeo dan Juliet atau Layla Majnun salah dalam memaknai sebuah cinta.
Banyak di kalangan penyair atau penulis mencoba merumuskan makna sebuah cinta. Contohnya, Robert J. Strenberg dengan teori A triangular Theory of Love, sebuah Teori Cinta Segitiga.
Teori tersebut mengandung tiga komponen, yaitu keintiman (intimacy), gairah (passion), dan komitmen (commitment).
Baca >> Teori Cinta Segitiga Strenbeg.
Lalu benarkah semua penjelasan teori Sternberg?. Dalam langkah pertama inilah akan dipaparkan makna sebuah cinta yang shahih.
Dalam sebuah Teori Cinta Segitiga Strenbeg, sudut kunci dari teori ini adalah membangun komitmen yang kuat. Komitmen adalah ikrar dari rela berkorban, memberi bukan meminta, memahami bukan menuntut. Karena pada dasarnya, Jalan Cinta Para Pejuang membutuhkan komitmen yang kuat sebagai simbol kesetiaan dan pengorbanan.
Dahulu, Abu Bakar (r.a) rela memberikan seluruh hartanya demi perjuangan dakwah islam. Inilah salah satu bukti sebuah komitmen serta makna cinta yang shahih demi perjuangan di jalan ini. Lalu sudah berapa jauhkah diri kita dalam berkomitmen untuk menolong agama Allah?.
Langkah kedua, Dunia Kita Hari Ini.
Para pejuang yang sedang meniti jalan ini, harus memahami betul bagaimana dunia hari ini yang kita singgahi dan zaman apa yang akan dilalui. Karena zaman merupakan konteks besar yang akan membingkai jalan cinta para pejuang.
Akan tetapi, jalan cinta para pejuang tidak hanya akan bersinggah begitu saja pada konteks itu, ia akan menaklukkannya dengan segenap cinta yang hakiki.
Perkembangan zaman serta problematika yang kompleks membutuhkan pejuang siap komitmen dalam jalan ini. Ia adalah yang siap ruh, iman, hati, dan jiwanya. Karena jalan cinta para pejuang ada bagi ‘mereka yang sedikit’.
Lalu bagaimana jalan cinta para pejuang menghadapi semua itu?. Tentu saja dengan cinta. Cinta yang mengokohkan, cinta yang membangun gairah untuk agamanya, bukan cinta yang cengeng dan lemah, apalagi cinta remaja terhadap pacarnya.
Kita belajar makna cinta dari apapun yang ada di muka bumi.
Dari sujud dan tengadah do’a. dari kebencian musuh. Karena inilah jalan cinta para pejuang, Allah berfirman dalam surat An-Nisa: 104: ‘’Jangan kalian berhati lemah dalam mengejar musuh, jika aklian merasa sakit, maka mereka mengaggungkan sakit pula sebagaimana kalian derita. Dan kalian mengharap dari Allah yang tiada mereka harapkan’’.(QS. An-Nisa: 104).
Langkah ketiga, inti dari seluruh pembahasan yaitu Jalan Cinta Para Pejuang.
Di dalamnya terbagi atas empat tapak, yaitu.
Pertama adalah tapak visi.
Albert Enstein berkata, ‘’visi lebih penting daripada pengetahuan, karena visi adalah masa depan tak terbatas’’. Dengan visi, kita dapat membangun sebuah gambaran jangka panjang dan menghasilkan sebuah tindakan. ‘’masa depan milik islam.’’ Kalimat yang dimiliki oleh jalan cinta para pejuang. Hanya dengan visi yang besar dan tinggi kita dapat menggapainya.
Tapak kedua adalah gairah
Ketika para pejuang sudah memiliki sebuah visi mulia, maka mereka seharusnya bergairah, karena dengan itu adanya keinginan kuat untuk mencapi visi tersebut. Gairah adalah dimensi emosional manusia, bisa jadi dengan bergairah dapat menggerakkan manusia mengubah dunia. Salah satu buktinya adalah Muhammad Al-Fatih, beliau adalah sosok pemilik mimpi yang besar dalam penaklukkan konstatinopel.
Tapak ketiga adalah nurani
Tak ada yang lebih jernih dari suara hati, ketika ia menegur tanpa suara. Teguran yang begitu halus dan bening. Tak ada yang lebih jujur dari nuarni, saat ia menyadarkan tanpa kata-kata. Tak ada yang lebih tajam dari mata hati, ketika ia menghentak kita dari beragam kesalahan. Begitu tipis dan mengiris.
Berbahagialah orang-orang yang seluruh waktunya dipenuhi kemampuan untuk jujur pada nurani dan tulus mendengarkan suara hati. Jalan cinta para pejuang adalah jalan yang mendengarkan suara hatinya. Yaitu dengan menjaga kesucian hatinya, sehingga dapat melawan hawa nafsu dan hal duniawi. Dengan nurani inilah dapat menyelamatkan iman serta umat muslim.
Tapak keempat adalah disiplin
Banyak orang menyamakan disiplin dan memaksa diri dengan tiadanya kebebasan. Kata mereka’’ keharusan membunuh spontanitas. Tak ada kebebasan dalam keharusan. Saya inigin melakukan apa yang saya inginkan, itulah kebebasan’’.
Tapi pada kenyataannya sebaliknyalah yang benar. Hanya orang-orang disiplin lah yang memiliki kebebasan, orang- orang yang tidak disiplin adalah budak dari suasana hatinya, budak kesenangan, dan nafsu-nafsunya. Dan tugas kita adalah memaksa diri melangkahkan kaki di jalan cinta para pejuang. Semoga.
Jika kita menghijrahkan cinta; dari kata benda menjadi kata kerja maka tersusunlah sebuah kalimat peradaban dalam paragraf sejarah Jika kita menghijrahkan cinta; dari jatuh cinta menuju bangun cinta maka cinta menjadi sebuah istana, tinggi menggapai surga.
Penulis: Anisa Nur Azizah - Mahasiswa STEI SEBI Depok
Email: azoyzoya @ gmail.com
Sumber: Fillah, Salim.A. 2011. Jalan Cinta Para Pejuang. Yogyakarta: Pro-u Media.