Jangan Ada Rasis di Antara Kita Sahabat
Oleh : Taufik Rahman
Seperti diketahui, manusia memang diciptakan dengan berbagai macam perbedaan. Di mana masyarakat di berbagai belahan dunia mempunyai karakteristik fisik yang berbeda-beda sesuai dengan garis ras turun-temurun yang diwariskan sebelumnya.
Hal ini seharusnya dipahami sebagai suatu hal yang wajar dan normal sehingga masyarakat bisa hidup berdampingan dengan segala perbedaan yang ada.
Namun sayangnya, masalah rasisme masih menjadi masalah klasik yang muncul di masyarakat. Tidak jarang, di beberapa negara dengan penduduk yang sangat beragam konflik rasisme masih kerap muncul.
Masalah rasisme semakin diperburuk dengan berkembangnya stigma masyarakat yang menjadi mayoritas terhadap penduduk minoritas yang ada di wilayah tersebut.
Di mana kaum minoritas yang sering menjadi korban sikap rasisme mendapatkan berbagai macam ujaran kebencian yang menyakitkan. Dalam hal ini, terdapat berbagai bahaya sikap rasisme yang berpengaruh pada kesehatan mental korban.
Ini menjadi hal penting yang perlu diketahui masyarakat agar bisa lebih bijak dalam melihat setiap perbedaan yang ada di masyarakat.
Dengan memberikan edukasi yang baik bagi masyarakat, dapat membantu meningkatkan kesadaran untuk saling bersikap toleran kepada sesama manusia. Sehingga masyarakat dapat hidup damai dan setara, tanpa ada pihak yang mendominasi dan pihak yang terpojokkan.
"Rasisme itu sangat berbahaya. Di dunia internasional sudah sangat ditekankan. Di Indonesia kita punya banyak ras, punya 1.300 suku, bahasa daerah dan lainnya," ujar Mahfud yang seorang Menkopolhukam.
Dari pengalaman pribadi, saya pernah mengalami hal serupa karena perbedaan ras di tempat saya merantau.
Saya yang berasal dari tanah Jawa seakan-akan tidak memiliki hak yang sama dengan orang-orang pribumi di sini.
Pernah suatu ketika, saat saya ingin ikut bermain dengan rekan-rekan pribumi, saya tidak dianggap bahkan cenderung dianggap tidak ada. Akan tetapi giliran ada rekan pribumi yang ingin ikut bermain, ia malah diakui dan diajak bermain dan itu pengalaman masa kecilku.
Banyak hal ketidakadilan yang aku alami ketika di masa sekolah dasar yang aku sendiri benar-benar menganggap pengalaman tersebut adalah pengalaman paling kelam yang tak ingin aku ingat kembali
Rasanya hal-hal tersebut takkan mau aku ingat lagi di masa aku sudah beranjak dewasa akan tetapi ternyata circle itu masih ada sampai sekarang.
Aku mengira mungkin prasaanku saja yang terlalu berlebih dalam melihat sesuatu akan tetapi aku sendiri mulai merasakan pengalaman pahit itu datang lagi di kehidupan yang sudah mulai dewasa ini.
“Rasanya dengan keturunan saya sebagai orang jawa tidak banyak yang menerima karena bahkan mungkin dari orang-orang terdekat saya.”
Mungkin akibat dari kejadian perang bubat di masa lampau yang mengakibatkan adanya perlakuan rasis yang saya alami.
Di Tasikmalaya tempatku selalu singgah dan bermain, saya malah merasakan perbedaan yang signifikan. Karena orang-orang disana sangat menerimaku yang notabenenya orang Jawa
Di sana rasanya tidak pernah membeda-bedakan ras seseorang. Bahkan agama seseorang pun tidak dipermasalahkan di sana. Rasanya perbedaan itu terasa betul ya dengan apa yang aku bandingan dari pengalaman yang aku alami dahulu.
Pada dasarnya terjadinya perang bubat adalah atas kejadian salah faham antara 2 etnis di masa itu dan akhirnya pun sekarang sudah berdamai dengan ditandainya nama-nama kerajaan yang berperang di masa itu yang terletak di jalan Yogyakarta.
Harapannya adalah Indonesia itu bersatu bukan karena 1 suku atau agama saja tapi karena keberagaman lah menjadikan kita Bersatu.
Sudahlah jangan ada circle-circle yang membuat kita seakan-akan kita terkotak-kotakan karena tanah air yang satu, bangsa yang satu dan bahasa yang satu yaitu bahasa Indonesia.
*Penulis adalah relawan literasi Kabupaten Bekasi yang juga sebagai pendiri Gubug Literasi Setu.