-BIDADARIKU-
Part 7
(Sambungan dari - Bidadariku Bagian 6 -)
"Kita telah merasakan manisnya sebuah pertemuan dan kita juga telah merasakan pahitnya sebuah perpisahan"
Minggu 09 Juni 2019, adalah hari yang kelam untuk saya, hari di mana saya kehilangan bidadari tercinta. Hari di mana kami berpisah raga di dunia.
Perpisahan yang sangat saya takutkan akhirnya terjadi.
"Istri saya masih hidup kan dok..?" tanya saya dengan nada lirih penuh tangis kepada dokter di rumah sakit.
"Mohon maaf, istri bapak sudah tidak ada pak.." kata-kata itu layaknya sambaran petir buat saya. Jiwa ini terguncang hebat, seketika saya terjatuh di lantai, dan abang guru (bang Dani) yang setia menemani saya terus menguatkan saya agar terus istighfar dan mengingat Allah Swt.
Lalu saya memeluk dan menggendong istri saya menuju mobil dan membawanya pulang ke rumah orangtuanya. Di sana saya tidak perduli dengan siapa pun yang hadir hendak untuk ta'ziah. Yang jelas sesuai janji saya, saya terus menjaga aurat Khumairah, saya pakaikan kerudung Khumairah dan terus mencoba membangunkannya berharap dia cuma tertidur atau pingsan.
Sampai saat hari mulai siang dan sudah waktunya Khumairah dimandikan, saya minta semua lelaki yang bukan makhrom untuk keluar dari ruangan dan saya mulai memandikan jenazah Khumairahku tercinta.
Siraman demi siraman lembut sambil membersihkan rambut yang dulu sering saya belai ketika berada di pangkuan, saya berkata "Ya Allah inilah kepala istri saya yang semasa hidup sering memikirkan kebaikan saya, kepala yang selalu tertunduk kepada suaminya, kening yang dulu sering kucium, mata yang selalu keluarkan air mata untuk kebaikanku dan karena takut kepadamu, inilah mulut yang tak pernah menyakiti perasaan suaminya".
"Bibir yang selalu mengucapkan kalimat yang membuat suaminya bahagia, ya Allah.. inilah tangan yang telah mengurus saya sebagai suaminya dan mengurus anak saya. Tangan yang tak pernah digunakan untuk menyakiti siapapun, bahkan nyamuk sekali pun tidak tega untuk dibunuhnya.
Ya Allah perut inilah tempat di mana dia mengandung anak saya dengan susah payah namun tidak pernah sedikit pun dia mengeluh kepada saya. Masih terlihat jelas bekas luka sesarnya, jadikan setiap rasa sakitnya di dunia menjadi penawar segala dosanya ya Allah.. dan inilah kaki yang selalu ia gunakan untuk berjalan ke jalan yang engkau ridhoi ya Allah.. kaki yang telah menemani saya suaminya untuk menjalani kehidupan di dunia ini.. berjalan di jalan yang Engkau ridhoi..
Selesai memandikan saya lalu menyisiri rambut Khumairah dan terus mengkafaninya.
Tibalah waktu mensholati, dengan susah payah menahan sakit dan melawan batasan diri saya berusaha agar tetap berdiri demi janji kepada Khumairah. Selesai sholat sesuai keinginan Khumairahku yang ingin memiliki rumah di kampung halaman saya, saya ingin memberikan tempat peristirahatan terakhirnya di makam keluarga, yang Alhamdulillah keluarga besar menyetujuinya karena kebaikan Khumairah semasa hidupnya. Iringan rombongan mengiringi mobil jenazah Khumairahku menuju tempat terakhirnya.
Sesampainya di sana ternyata keluarga besar dan orang di kampung dari orang tua sudah menunggu kedatangan Khumairah, lalu meminta untuk disholatkan kembali.
Setelah sholat, beberapa saat kesadaran saya mulai hilang namun rasa tanggung jawab untuk memenuhi janji masih kuat sehingga memaksa tubuh ini untuk tetap berdiri.
Tibalah saat perpisahan yang sebenarnya, saat saya masuk ke liang lahat Khumairah.. saya perhatikan setiap sudutnya dan berkata lirih di hati, ya Allah jadi inilah akhir dari perjalanan Khumairah bersama saya, jadikanlah tempat ini roudoh min riadhil jannah.. Amiin.
Dengan lembut saya gendong tubuh Khumairah, dan saya letakan di tempat terakhirnya.. dengan hati hancur dan suara lirih kulantunkan adzan di telinganya..
Allahu Akbar Allahu Akbar..
Allahu Akbar Allahu Akbar..
..
Dengan susah payah dan suara yang hampir habis, kalimat demi kalimat adzan saya lantunkan sampai iqomah selesai, saya diangkat keluar dari liang lahat. Menyaksikan setiap timbunan tanah yang mulai menutupi tubuh orang yang sangat saya cintai. Allahu Robbi.. demi Allah itu lebih sakit dari apapun, belum pernah saya rasakan rasa sesakit ini sampai saya sudah tidak bisa merasakan bagian tubuh saya lagi.
----------------------
Akhir Mei saya adzan sambil menangis di telinga anak kami karena bahagia putri pertama telah lahir ke dunia, dan awal Juni saya harus kembali melantunkan adzan di telinga orang yang saya sayang, dan kali ini dengan tangisan duka karena istri tercinta saya Khumairahku telah meninggalkanku di dunia.
Laa haulaa walaa kuata illa Billah..
Apalagi selain syurga mu yaa Robb sebagai gantinya untuk membalas Khumairahku.. istri yang tak pernah menuntut tentang keduniaan kepada suaminya, istri yang senantiasa patuh dan taat kepada suaminya.. istri yang senantiasa menjalankan syariat-Mu, dan istri yang telah dengan baik menjaga kehormatan dirinya dan suaminya.. serta seorang wanita yang telah syahid setelah melahirkan anaknya..
Sesampainya di rumah, setelah menunaikan sholat juhur tiba-tiba saya sudah tak sadarkan diri, sampai saya dengar ada yang berkata kepada saya.. "Kalo Umam kaya gini.. nanti siapa yang akan urus Cila.."
Seketika saya sadar dan menangis sejadi-jadinya sambil menanyakan di mana anak saya.. di mana Cila .. mertua saya menjawab Cila baik-baik aja A.. Aa harus kuat.. insyaa Allah si teteh udah bertemu dengan Robb-nya dengan keadaan husnul khatimah.."
Dan saya mulai sedikit tenang dan tertidur, di dalam tidur saya melihat Khumairah yang tersenyum melihat saya, namun dia tetep pergi berlalu tanpa sepatah kata pun..
Ketika subuh saya bangun dari tidur dengan keadaan lemas karena dari kemarin malam belum memakan atau minum apapun, di situlah subuh pertama tanpa bidadari di samping saya untuk membangunkan saya. Cuma tangisan dan lirihan doa yang saat itu dapat saya lakukan.
"Yaa Allah.. betapa sakit perpisahan di dunia ini.. kelak nanti jangan Engkau pisahkan aku lagi dengan orang yang ku sayang di akhirat, jangan Kau pisahkan kami di antara surga dan neraka karena itu seburuk-buruknya perpisahan.."
Saya langsung bergegas minta untuk diantarkan ke rumah mertua saya untuk melihat anak saya, sesampainya di sana ternyata dari awal mommynya meninggal sampai saat itu dia tidak menangis sedikitpun. Ya Allah nak.. andai engkau paham tentang perpisahan ini.. malang nasibmu nak yang tak pernah lihat ibumu secara langsung semasa hidup.."
Sambil menggendong anakku aku menyusuinya sambil bersholawat kepada Rosululloh dengan air mata yang tak pernah berhenti mengalir..
Setelah kurang lebih usia anak 1 bulan saya meminta kepada mertua untuk mengurus Cila, karena Cila yang tak bisa jauh-jauh dari saya. Akhirnya mertua memahaminya dan mengijinkan saya untuk mengurus Cila karena teringat juga pesan almarhumah yang meminta anaknya dititip pada saya suaminya. Hari-hari yang berat kami lalui tanpa bidadariku di sisi kami.