
25 Juli 2025 - Jumat sore, saya baru aja mau rebahan sejenak setelah seharian di kantor, tiba-tiba HP bunyi. Pesan dari Kak Ina muncul di WhatsApp, "Om, jangan lupa datang sebentar ke acara IN yaa."
IN? Saya sempat mikir keras. Acara apa ya? Baru deh setelah buka Instagram Instanusantara Makassar, saya nyadar: itu acara Tudang Sipulung! Dan yang lebih bikin saya tertawa sendiri, ternyata acaranya bukan Minggu seperti yang saya kira, tapi hari ini. Sore ini malah. Waduh, dasar aki-aki pelupa.
Tanpa pikir panjang, saya langsung bersiap dan tancap gas ke Anjungan Pantai Losari. Telat dikit sih, tapi daripada nggak datang sama sekali, kan?
Sesampainya di sana, suasana udah hangat. Bukan cuma karena cuaca pantai Makassar yang khas, tapi juga karena aura semangat yang terpancar dari para anggota komunitas fotografi Instanusantara Makassar. Ada wajah-wajah lama yang saya rindukan, dan wajah-wajah baru yang tampak antusias ingin belajar.

Duduk Satu Meja, Menyatukan Semangat
Acara “Tudang Sipulung” ini memang terasa beda. Bertempat di Makassar Creative Hub, event ini digelar dengan moto sederhana tapi kuat: Satu Meja, Satu Semangat. Tujuannya jelas, bukan cuma kumpul-kumpul biasa. Ini adalah ajang penyegaran semangat berkarya, diskusi, dan edukasi yang dikemas dalam suasana santai tapi penuh makna.
Shandy Hadi Saputra, yang juga OPPO Ambassador dan perwakilan pengurus Instanusantara Makassar, membuka acara dengan sambutan yang cukup menyentil.
“Fotografi bukan cuma soal teknis, tapi juga rasa dan komunitas,” ujarnya. Dan saya sepakat banget. Karena seringkali, kita terlalu fokus pada gear, lupa bahwa kekuatan sebenarnya dari sebuah karya visual itu datang dari rasa, dan dari interaksi dengan sesama pegiat visual.
Sebelum sesi utama dimulai, Kak Olie juga menyampaikan kembali sejarah berdirinya Instanusantara Makassar. Ini penting banget, terutama buat anggota baru agar mereka merasa terhubung—bahwa mereka bukan cuma penonton, tapi bagian dari perjalanan panjang komunitas ini.
Belajar Lighting, Menyatu dengan Bayangan
Bagian yang paling saya tunggu-tunggu tentu saja sesi utama: Basic Lighting Class bersama Fandi—fotografer senior yang juga ketua komunitas Makassar Strobist.
Fandi menjelaskan hal-hal teknis dengan gaya yang santai dan gampang dicerna. Ia menjabarkan tiga jenis cahaya yang biasa digunakan fotografer: available light (cahaya alami), artificial light (lampu biasa), dan strobist (flash bertenaga baterai). Tapi yang paling penting adalah memahami prinsip dasar segitiga eksposur: ISO, aperture, dan shutter speed.
Yang bikin saya nyantol banget adalah pernyataannya soal ISO. “Dulu fotografer mengukur cahaya sekeliling sebelum memutuskan ASA film berapa yang cocok. Sekarang kita mengatur ISO dahulu baru yang lainnya,” katanya. Simple, tapi ngena.
Dan soal pengaturan lampu juga dijelasin: bukan kamera yang menyesuaikan lampu, tapi sebaliknya. Gimana arah cahaya, seberapa jauh dari objek, dan bagaimana mengatur ambience lewat shutter speed—semua itu jadi pengalaman belajar yang menyenangkan.
Setelah teori, kami langsung praktik lewat sesi hunbar alias hunting bareng. Dengan model berpakaian adat Makassar sebagai objek, kami memotret sambil bereksperimen dengan pencahayaan, arah bayangan, dan komposisi.
Saya sendiri, walau cuma pakai HP, tetap nekat cobain setingan manual buat nerapin ilmu yang barusan dikasih. Hasilnya? Ya lumayanlah buat ukuran HP dan fotografer iseng macam saya. Tapi yang lebih penting, saya bisa merasa terhubung kembali dengan semangat yang dulu sempat padam.
Komunitas Bukan Sekadar Kumpul, Tapi Peluang Tumbuh
Acara “Tudang Sipulung” ini ditutup dengan sesi foto bareng dan harapan agar kegiatan serupa terus digelar secara berkala. Dan harapan itu bukan basa-basi. Saya melihat langsung bagaimana teman-teman yang hadir—baik yang baru maupun yang lama—pulang dengan semangat yang menyala.
Saya pribadi merasa bersyukur datang ke acara ini. Di tengah rutinitas dan riuhnya dunia maya, bertemu dan berdiskusi langsung dengan sesama komunitas fotografi seperti ini benar-benar menyegarkan. Ada ruang untuk belajar, berbagi, dan yang paling penting: menghidupkan kembali rasa.
Instanusantara Makassar bukan hanya sekadar tempat pamer karya. Ia adalah ruang bertumbuh. Ruang menyulam makna dari setiap jepretan, sekaligus menyambung silaturahmi yang kadang terputus oleh jarak dan kesibukan.

Buat kamu yang mungkin belum tergabung dalam komunitas apa pun, saya ingin bilang satu hal: mulailah. Entah itu komunitas fotografi, seni, musik, literasi, atau bahkan komunitas lingkungan. Karena di zaman yang serba instan ini, tempat-tempat seperti itu adalah pengingat bahwa kita masih manusia. Masih punya rasa. Masih mau tumbuh, bersama.
Dan kalau kamu di Makassar, bolehlah sesekali intip akun Instagram Instanusantara Makassar. Siapa tahu, kamu bisa duduk satu meja, dan menyatu dalam satu semangat.