Sweet Betrayal

Apakah Indri dan Rama bisa saling memaafkan pengkhianatan masing-masing setelah mengetahui identitas mereka di dunia maya? - Heart on The Sand
sweet betrayal

Aku memeriksa bayanganku di cermin. 'Perfect...' batinku sambil mengagumi sosok yang kulihat. 
Dengan baju pink yang baru kubeli dengan saran teman-teman perempuanku dan sepasang sepatu sepuluh cm yang kupaksakan untuk dipakai hari ini. 

'Cih, belum ada lima menit kupakai rasanya sudah nyeri' keluhku pelan. 
Dengan hati-hati kupoles lipstik dan mengoleskan pemerah pipi, 'tidak boleh terlalu mencolok, karena aku tidak mau dibilang terlalu serius dalam pertemuan ini'...

Yap, hari ini adalah hari dimana akhirnya aku bisa bertemu muka dengan kekasihku di dunia maya. 
Namanya Doni, hanya setahun lebih tua dariku, dia bekerja sebagai pengacara dan di antara kesibukannya kami berkenalan saat aku tertarik membaca judul blognya. 
Di sana dia membahas tentang hukum bank syariah, kebetulan waktu itu skripsiku pun sedang membahas hal tersebut. 

Setelah perkenalan yang cukup lama mulai dari chat sampai akhirnya bertukar nomor telpon, dia memberanikan diri untuk menyatakan cintanya padaku. 

Tapi tentu saja aku bukan perempuan bodoh yang terpesona pada sosok di dunia maya seperti banyak temanku yang lain. 

Waktu itu aku menjawab akan memikirkannya setelah kami bertemu muka, dan akhirnya hari ini adalah hari yang kami putuskan bersama sebagai hari pertemuan kami.

"Rama gimana, In ?" tanya Dira padaku
"Dia gak jelas Dir, gue gak tau hubungan kami mau dibawa ke mana" jawabku
"Tapi lu kan dah pacaran delapan tahun sama dia, lu yakin mau ninggalin dia?"
"Gak tau Dir, kalo yang ini lebih baik kenapa enggak ?"
"Please deh In, lu dah ngomong gitu dari dulu. Dari yang namanya Indra, Dimas, Arif, sampai yang ini... , berapa kali lagi lu mau nyoba ??" Dira mengerutkan keningnya
"Kalo lu emang udah gak cinta sama Rama lu putusin aja, abis itu terserah deh lu mau cari cowo lain"
Aku terdiam, Rama, lelaki sempurna yang sudah menemaniku selama delapan tahun. 
Selalu ada di sampingku di saat aku membutuhkannya, dan aku selalu berperan sebagai cewe manis yang juga selalu ada untuknya.

Pertemuan

Bukan aku tidak mencintai Rama, kalau bukan cinta untuk apa aku bertahan dengannya selama delapan tahun ini, walaupun beberapa lelaki datang dan pergi, tapi bagiku Rama masih tetap yang terbaik.... 
Hanya saja.. aku ingin mencari yang benar-benar terbaik untuk masa depanku. 
Bukan dari segi materi ataupun fisik, entahlah, mungkin dari sifat dan kepribadiannya... 
Sampai saat ini aku masih tetap mencari, apakah benar Rama adalah pilihan yang tepat untukku ??

"Untuk berapa orang Mbak ?" tanya pelayan itu ramah.
"Dua orang Mas" jawabku...

Setelah duduk dan memesan minuman, aku sms lagi Doni untuk menanyakan keberadaannya... 
'Aku masih kena macet di Daan Mogot, Bill.. sebentar lagi yah..' jawabnya.

Aku tersenyum, selama setahun belakangan ini Doni sudah menjadi pria yang sempurna bagiku, walaupun hanya berkomunikasi lewat sms dan email, bagiku itu sudah cukup. 

Ribuan puisi cinta dari Doni seperti membasahi dahagaku akan keromantisan hidup yang selalu aku dambakan. 
'Kali ini pasti berbeda' batinku dalam hati menyembunyikan resahku. 

Bukan pertama kali aku patah hati karena lelaki, Indra yang pernah membohongiku setelah tiga bulan pacaran, karena ternyata dia sudah mempunyai seorang istri. Ataupun Arif yang meskipun tampan dan berkecukupan, tapi membuatku bosan hanya dalam waktu dua bulan. 

Setiap kali aku putus cinta semakin membuatku yakin bahwa jodoh yang telah ditakdirkan untukku adalah Rama dan aku berjanji untuk tidak mengulangi kesalahanku kembali. 

Tapi entah kenapa aku selalu saja terjebak dalam kerumitan hubungan dengan lawan jenis, entahlah, mungkin aku memang magnet bagi cowok yang bermasalah...

Tertabrak Dilema

'Billa, aku udah parkir, sebentar lagi aku kesana yah'
Aku tersenyum membaca sms Doni, kuperiksa bayanganku di cermin belakang meja tempatku duduk dan merapikan rambutku.

'O my god, ngapain Rama di sini...' wajahku memucat melihat bayangan Rama dari belakang. 
Buru buru ku menunduk dan menoleh ke belakang, berharap dia tidak melihatku.
Tapi terlambat, ku lihat dia sudah menghadap ke arahku dan mulai berjalan menghampiriku.

"In, kamu ngapain di sini ?" tanyanya kaget
"Lho, Ram, bukannya kamu kalo hari sabtu masih masuk kerja?" tanyaku berusaha mengalihkan perhatian
"Eng, iya.... hari ini aku ambil jatah off. Kamu sendiri?" dengan curiga dia menatapku
"Tadi ke sininya sama Dira, tapi dia jalan duluan, katanya ada yang mau dicari, jadi aku tunggu di sini. Kenapa ngga duduk aja dulu Ram ?" ....

Mampus aku, kalau Doni datang dan melihat dia duduk bersama Rama, pasti jadi runyam urusannya. 
Mereka memang belum pernah bertemu muka, tapi warna baju yang mereka kenakan hari ini adalah penanda agar mereka tidak salah mengenai orang.

"Oh, aku juga ngga lama kok, mungkin aku mau langsung pergi lagi" jawab Rama sambil melihat sekelilingnya... "Aku mau ke toilet dulu yah In"

Aku menarik nafas lega... Selama ini aku memang belum pernah menelpon Doni, peraturan aneh yang kami buat agar kerahasiaan identitas masing-masing membuat hubungan kami lebih menarik. 
Tapi ini darurat, aku harus segera mengubah tempat janjian kami....

Sekali...Dua kali... aku menunggu Doni mengangkat telponnya sementara mataku masih mengawasi arah kepergian Rama...

-------

"Halo...." ucap suara di ujung telepon
Mataku terbelalak tak percaya, suara ini...aku mengenalnya
"Nabilla ya ?? Halo..? Kamu udah di mana ?"
Buru-buru aku tutup telepon dan memeriksa nomor yang baru saja kutuju...bukankah aku menelpon Doni ? Kenapa suara yang kudengar barusan seperti suara Rama. 
Jantungku berdegup kencang, masa iya aku tidak bisa membedakan suara orang yang sudah menemaniku selama delapan tahun dengan orang lain.

"In, kamu ngga apa-apa ?" tanya Rama tiba-tiba mengejutkanku
"Eh, gak kok Ram, gak apa-apa... barusan aku telpon Dira tanya dia lagi di mana" jawabku gugup
"O gitu" Rama melepas jaketnya dan duduk disampingku sambil matanya masih menyusuri seisi kafe tempat kami duduk

Aku terkejut, warna kemeja yang dipakai Rama adalah warna biru, sama seperti warna baju yang dikatakan Doni akan dikenakannya hari ini.
Rama pun memandangku dengan herannya... 
"...Nabilla.?"

-------
-------

Catatan Penulis:

Hehe, aneh yah ceritanya, tiga hari ini endingnya terus berubah-ubah, tadinya pengen bikin sad ending, tapi kayaknya sudah banyak yang bikin kayak gitu, sekali-sekali bikin happy ending di bulan Februari ini kayanya lebih bagus yah. 

Tapi mau bikin happy ending kayanya terlalu maksain juga, jadi ending-nya saya serahkan ke pembaca saja deh, apakah Indri dan Rama bisa saling memaafkan pengkhianatan masing-masing setelah mengetahui identitas mereka di dunia maya? 
Atau mereka memutuskan untuk mengakhiri hubungan mereka saja? 

Kalau saya sih lebih suka sama ending yang pertama, toh masing-masing hanya mencari 'cinta yang sempurna' padahal cinta nggak ada yang sempurna, justru cinta menjadi indah karena ketidaksempurnannya...

Hati di atas pasir buat saya adalah sesuatu yang cepat berubah, maka dari itu dibutuhkan tekad untuk menjaganya agar tidak tersapu ombak atau menguap ditiup air...

Rabu, 14 February 2007 
Heart on The Sand 
Penulis: Ade Mania

Posting Komentar

No Spam, Please.