Ineptias #1 Resolusi Tahun Baru

Saya kenal diri saya sendiri, salah atau benar bukan sebuah hasil instan, semua adalah keputusan yang paling memungkinkan pada saat itu, mungkin kelak akan saya sesali namun yang pasti saya lebih menghargai kesalahan daripada diam tanpa melakukan apa-apa

Resolusi Tahun Baru

2014 telah berlalu, kaleidoskop pribadi flashback dalam 12 bulan ke belakang, mungkin tonggak terjelas adalah telah turut serta dalam proses melahirkan beberapa portal berita dan halaman facebooknya sekitar bulan maret dan turut serta mendirikan Sekolah Raya di Tarumajaya sekitar bulan November.

Lain dari itu, semakin melibatkan diri pada kegiatan-kegiatan sosial kemasyarakatan, semakin dekat dengan alam dan memperluas jaringan pertemanan.

Bagaimana dengan kehidupan karir? 

Ada beberapa hal yang dulunya kita lihat begitu penting dan sangat kita inginkan, kini terlihat biasa saja. Saya seperti tidak terlalu antusias memikirkan karir kecuali sebagai rutinitas kewajiban biasa untuk memenuhi nafkah.

Tidak ada yang berubah, semua berjalan sebagaimana adanya impian-impian yang kita percaya pantas untuk kita, hidup saat ini adalah akumulasi dari keputusan-keputusan, pilihan-pilihan kita di masa lalu. 

Jika ini sebuah prestasi, maka itu bukan sebuah mukjizat, jika ini sebuah kesalahan itu pun bukan sebuah hukuman. 

Semua yang mempunyai hilir sudah pasti memiliki hulu, tak ada yang istimewa kan?

resolusi tahun baru menghargai kesalahan daripada diam tanpa melakukan apa-apa

Saya percaya apa yang kita alami secara sadar merupakan pilihan kita sendiri untuk mengalaminya. 

Apa yang terjadi di sekeliling, satu-persatu kita ambil untuk kita ingat, untuk kita simpan sebagai kepingan ingatan yang suatu saat akan kita ingat kembali sebagai bahan masukan untuk pertimbangan keputusan kita kelak.

Kesalahan-kesalahan yang sudah dilakukan juga memiliki andil dalam keputusan selanjutnya. Penyesalan bukan sebuah hal yang perlu ditakuti, karena penyesalan adalah residu dari sebuah pelajaran untuk pendewasaan. 

Saya menyesali ini dan itu, dari situ saya mengenal diri saya sendiri yang ceroboh dan bodoh, dengan mengetahui hal ini saya sudah siap menghadapi kemungkinan-kemungkinan ke depan, salah lagi juga tidak apa-apa. 

Saya kenal diri saya sendiri, salah atau benar bukan sebuah hasil instan, semua adalah keputusan yang paling memungkinkan pada saat itu, mungkin kelak akan saya sesali namun yang pasti saya lebih menghargai kesalahan daripada diam tanpa melakukan apa-apa.

Bagaimana bisa gagal jika saya tidak memiliki tujuan? Saya melakukannya sebagai respon, pada akhirnya saya hanya menilai apakah respon saya sudah cukup baik atau belum, itu saja.

2014 telah berlalu, banyak pencapaian dan juga kegagalan, satu hal yang mungkin juga sering dialami orang lain, saya sering melakukan sesuatu tanpa perencanaan, spontanitas yang tidak memiliki perencanaan target atau tujuan.

Bagaimana mungkin bisa gagal jika tujuan saja tidak punya? 

Saya melakukannya sebagai respon, pada akhirnya saya hanya menilai apakah respon saya sudah cukup baik atau belum, itu saja. Mengalir saja. Ada yang mendebat prinsip ini karena tidak menggambarkan semangat juang, ambisi mengejar target dst. Gak masalah, toh falsafah hidup gak cuma 1 dan bersifat rigid tanpa fleksibilitas.

Realitas, atau kenyataan sehari-hari, disusun oleh banyak unsur yang saling berkaitan satu sama lain. Unsur atau komponen itu kemudian disatukan untuk membentuk apa yang kita sebut kenyataan atau fakta. Diakui atau tidak, realitas atau sebagian orang menyebutnya fakta sosial, adalah fakta yang dibentuk, dibangun, dikonstruksi, dan berjalan berdasarkan skenario yang berangkat dari kepentingan

Tak ada realitas atau fakta sosial yang benar-benar murni terjadi dengan sendirinya, tanpa campur tangan kepentingan manusia yang beragam. 

Manusia sebagai mahluk sosial membentuk realitas dengan banyak tujuan, sebut saja yang paling klise: demi ketentraman sosial atau demi kepentingan publik, kemaslahatan umat dst, ini disebut "pengaman sosial" yang terbentuk untuk menjaga kepentingan bersama (mayoritas). 

Pada akhirnya, apa yang kita sebut realitas adalah "apa yang ingin disajikan" daripada "apa yang seharusnya disajikan apa adanya". Kalau kita memahami teknik framing dalam fotografi, mungkin akan lebih mudah memahami apa yang saya amksudkan. Saya juga seharusnya mulai belajar fotografi agar tidak salah memahami teknik framing ini.

Keluarga? 

Baik-baik saja, 12 tahun kami jalani bersama, suka dan duka juga biasa saja, kadang ada yang sampai membuat stress, namun lebih banyak mengalir begitu saja. Anak-anak semakin besar dan semakin membutuhkan perhatian, tidak ada drama dan kami masing-masing mencoba menjalani peran sebaik mungkin, mungkin tidak romatis, tapi yang pasti tidak dramatis.

Selamat datang tahun baru, tidak ada yang perlu saya agendakan, saya hanya merespon, semua ide datang dari luar sana, saya berperan serta, menikmati prosesnya.

Saya tidak bertanya apa yang saya harapkan karena harapan adalah sebuah hal yang misterius. 

Saya cukup bertanya apa yang dapat saya lakukan, apa respon saya menghadapi semua yang ada? Reaktif? mungkin.

Apalah arti dari kata-kata yang kita sendiri tak tahu apa hubungannya dengan diri kita?. 

Apalah yang mereka tahu tentang diri kita?



6 komentar

  1. Aktif - reaktif - proaktif, biar kita sendiri yg tentukan nilainya. Gak perlu orang lain yg cuma bisa nyinyir tanpa tau beban kita sesungguhnya.
    1. Siap om Brad :) kerja kerja kerja hehehe
  2. Keren sekali Mas Bisot, semoga kedepan bisa lebih baik lagi, sukses selalu Mas :D
    1. doa yang sama buat Mas Salman, sukses selalu :)
  3. Mas ini ko note saya kalo masuk playstore sinyal data tiba" mati.. penyebabnya apa ia..
  4. Coba diinstall ulang playstornya kak
No Spam, Please.