Ade Kenzo? siapalah dia, dari 261,1 juta warga Indonesia nama itu hanyalah 1 angka dalam statistik kependudukan. Di negara yang sedang berkembang pesat ini, nyawa warga negara tidak lebih berharga dari waktu sekian detik. Karena waktu adalah uang, maka setiap 1 detik entah berapa nyawa warganya hilang. Sebagai negara ke-4 dengan penduduk terbanyak di dunia ini, mungkin itu bukanlah sesuatu hal yang berarti.
Muhammad Ade Lukman Hakim alias Ade Kenzo memang bukan siapa-siapa, dia hanya seorang ayah dari 2 anak di sebuah kota industri terbesar se-Asia Tenggara, Kabupaten Bekasi. Tidak juga membuatnya istimewa ketika ia bersedih dan berempati mendengar kematian Bayi Deborah di salah satu rumah sakit swasta akibat terhambat persyaratan administrasi karena kartu BPJS tidak berlaku di rumah sakit tersebut. Sebuah drama yang biasa saja, dan bukan pertama kali terjadi mungkin juga bukan sebuah kisah terakhir. Entah kelak siapa lagi akan mengalami nasib yang sama seperti Bayi Deborah, hanya tinggal menunggu waktu saja untuk mengalaminya, mungkin saya atau keluarga saya, mungkin kamu atau tetanggamu?.
Jelas Ade Kenzo sadar bahwa dirinya bukanlah siapa-siapa yang dapat membuat negara memaksa rumah sakit harus bisa memastikan warga negara Indonesia mendapatkan hak kesehatannya. Negara telah mengalokasikan anggaran 104 Triliun (5% dari APBN) untuk menjamin kesehatan rakyatnya, harusnya rumah sakit paham itu. Akan tetapi kenapa masih ada penolakan-penolakan, diskriminasi dan masalah lainnya? Ada apa dengan sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) kita? Tidak mungkin rumah sakit menolak pasien tidak mampu kalau mereka "tahu" bahwa negara telah menjamin biaya perobatan warga negaranya. Sepertinya dalam hati Ade Kenzo merasakan ada sesuatu yang tidak benar, pasti ada sesuatu di sini.
Inilah yang membedakan Ade Kenzo dengan saya dan kamu, entah kegilaan apa yang membuatnya pada tahun 2014 lalu bernazar akan melakukan jalan kaki dari Surabaya ke Jakarta jika sistem pelayanan jaminan kesehatan tidak menjadi lebih baik. Nazar itu ia buat untuk menanggapi pemberlakuan BPJS Kesehatan (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan) pada 1 Januari 2014. Ia bernazar untuk menghibahkan tenaga dan waktunya untuk menyuarakan kekecewaan banyak orang atas kematian Bayi Deborah dan juga nama-nama lain yang bagi banyak orang tidak ada artinya itu. Jangan anggap nazar itu sebagai cemooh, Ade Kenzo bukan orang yang gampang meremehkan sesuatu dan menyalahkan pihak lain, nazar ini lebih sebagai autokritik kepada dirinya selaku relawan kesehatan.
Minggu 17 September 2017 lalu ia berangkat dari bekasi menuju Surabaya dan 2 hari kemudian ia mulai melakukan nazarnya untuk jalan kaki dari Surabaya menuju Istana Negara di Jakarta.
Muhammad Ade Lukman Hakim alias Ade Kenzo memang bukan siapa-siapa, dia hanya seorang ayah dari 2 anak di sebuah kota industri terbesar se-Asia Tenggara, Kabupaten Bekasi. Tidak juga membuatnya istimewa ketika ia bersedih dan berempati mendengar kematian Bayi Deborah di salah satu rumah sakit swasta akibat terhambat persyaratan administrasi karena kartu BPJS tidak berlaku di rumah sakit tersebut. Sebuah drama yang biasa saja, dan bukan pertama kali terjadi mungkin juga bukan sebuah kisah terakhir. Entah kelak siapa lagi akan mengalami nasib yang sama seperti Bayi Deborah, hanya tinggal menunggu waktu saja untuk mengalaminya, mungkin saya atau keluarga saya, mungkin kamu atau tetanggamu?.
Jelas Ade Kenzo sadar bahwa dirinya bukanlah siapa-siapa yang dapat membuat negara memaksa rumah sakit harus bisa memastikan warga negara Indonesia mendapatkan hak kesehatannya. Negara telah mengalokasikan anggaran 104 Triliun (5% dari APBN) untuk menjamin kesehatan rakyatnya, harusnya rumah sakit paham itu. Akan tetapi kenapa masih ada penolakan-penolakan, diskriminasi dan masalah lainnya? Ada apa dengan sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) kita? Tidak mungkin rumah sakit menolak pasien tidak mampu kalau mereka "tahu" bahwa negara telah menjamin biaya perobatan warga negaranya. Sepertinya dalam hati Ade Kenzo merasakan ada sesuatu yang tidak benar, pasti ada sesuatu di sini.
Inilah yang membedakan Ade Kenzo dengan saya dan kamu, entah kegilaan apa yang membuatnya pada tahun 2014 lalu bernazar akan melakukan jalan kaki dari Surabaya ke Jakarta jika sistem pelayanan jaminan kesehatan tidak menjadi lebih baik. Nazar itu ia buat untuk menanggapi pemberlakuan BPJS Kesehatan (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan) pada 1 Januari 2014. Ia bernazar untuk menghibahkan tenaga dan waktunya untuk menyuarakan kekecewaan banyak orang atas kematian Bayi Deborah dan juga nama-nama lain yang bagi banyak orang tidak ada artinya itu. Jangan anggap nazar itu sebagai cemooh, Ade Kenzo bukan orang yang gampang meremehkan sesuatu dan menyalahkan pihak lain, nazar ini lebih sebagai autokritik kepada dirinya selaku relawan kesehatan.
Minggu 17 September 2017 lalu ia berangkat dari bekasi menuju Surabaya dan 2 hari kemudian ia mulai melakukan nazarnya untuk jalan kaki dari Surabaya menuju Istana Negara di Jakarta.
Saya kenal Ade Kenzo, telah sekian lama ia terjun dalam dunia kerelawanan, advokasi pendampingan pasien hingga aktivis pemerhati jaminan kesehatan atau jamkeswatch ia lakoni. Bagi orang-orang atau pun warga tidak mampu yang pernah ditolongnya, mungkin nama Ade Kenzo adalah nama dewa penolong yang entah bagaimana dapat selalu hadir menolong mereka mendapatkan hak pelayanan kesehatan tanpa mengenal waktu siang ataupun malam. Setahu saya, ia adalah inspirasi bagi banyak pemuda-pemudi yang mengabdikan diri untuk membantu sesama saat kesusahan. Saat ini Ade Kenzo adalah Direktur Advokasi Jamkeswatch.
Sudah sekian hari ia menunaikan nazarnya, bukan tanpa hambatan, bukan pula sebuah perjalanan wisata yang renyah untuk diabadikan di media sosial. Setidaknya apa yang ia lakukan akan banyak membangunkan orang untuk mulai meyadari seperti apa kondisi sistem jaminan sosial nasional khususnya bidang kesehatan bagi orang-orang berekonomi lemah seperti buruh, petani, nelayan, pegawai-pegawai rendahan, pengangguran dan orang tidak mampu.
Di luar dugaan, apa yang dilakukan Ade Kenzo banyak mendapat simpati masyarakat, bentuk simpati kepadanya diwujudkan dengan bermacam-macam cara, ada yang menyambutnya, ada yang menemaninya berjalan, ada yang mengantarnya hingga perbatasan desa, kecamatan, kabupaten bahkan propinsi, ada yang menyumbangkan konsumsi, memberi tempat istirahat dan lain sebagainya.
Respon masyarakat inilah yang membuat perjalanan Ade Kenzo menjadi menarik, bentuk-bentuk perwujudan simpati warga karena merasa senasib inilah yang kemudian mengundang perhatian banyak pihak termasuk aparat keamanan.
Terlepas dari segala keramaian itu, nazar Ade Kenzo akan tetap ia tunaikan, agar orang-orang seperti saya, kamu dan mereka sadar bahwa kondisi sistem jaminan kesehatan masyarakat ini jauh panggang dari api. Bahwa lembaga penjamin yang dipercayakan untuk menunaikan hak sehat rakyat ini lebih menampilkan wajahnya sebagai lembaga bisnis jaminan kesehatan daripada lembaga pelayanan yang dipercayakan untuk mengelola anggaran jaminan kesehatan sebagai salah satu tugas penting sebuah negara yang beradab.
Jangan buat perjuangan Ade Kenzo menunaikan nazarnya untuk longmarch kurang lebih 1200KM dari Surabaya ke Istana Negara menjadi sia-sia. Mari dorong pemerintah untuk dapat menunaikan kewajibannya sebagai mana diamanatkan Pasal 34 UUD 45 dengan baik.
Respon masyarakat inilah yang membuat perjalanan Ade Kenzo menjadi menarik, bentuk-bentuk perwujudan simpati warga karena merasa senasib inilah yang kemudian mengundang perhatian banyak pihak termasuk aparat keamanan.
Terlepas dari segala keramaian itu, nazar Ade Kenzo akan tetap ia tunaikan, agar orang-orang seperti saya, kamu dan mereka sadar bahwa kondisi sistem jaminan kesehatan masyarakat ini jauh panggang dari api. Bahwa lembaga penjamin yang dipercayakan untuk menunaikan hak sehat rakyat ini lebih menampilkan wajahnya sebagai lembaga bisnis jaminan kesehatan daripada lembaga pelayanan yang dipercayakan untuk mengelola anggaran jaminan kesehatan sebagai salah satu tugas penting sebuah negara yang beradab.
Jangan buat perjuangan Ade Kenzo menunaikan nazarnya untuk longmarch kurang lebih 1200KM dari Surabaya ke Istana Negara menjadi sia-sia. Mari dorong pemerintah untuk dapat menunaikan kewajibannya sebagai mana diamanatkan Pasal 34 UUD 45 dengan baik.
UUD 45 amandemen ke-4 Pasal 34 ayat (2) dan (3) selengkapnya berbunyi:
(2) Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan.
(3) Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak.
(2) Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan.
(3) Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak.