Just another fiction from the past


Just another fiction story. Posted on: Selasa, 26 Mei 2009 @ 16:58 WIB

Just another fiction from the past

Menikmati waktu istirahat dengan secangkir coklat panas sudah merupakan rutinitas yang hampir tidak pernah absen sejak aku bekerja di sini. Kafetaria ini sederhana, hanya menyediakan makanan dan minuman ringan. Mengalun musik melayu yang membawaku dalam kepingan kenangan saat berkunjung ke sekitar kepulauan Riau, Dumai dan Karimun.

Tidak biasanya ia datang ke kafe ini, setelah ia mengambil teh kotak dingin dari freezer samping kasir ia berjalan kearahku, mengambil tempat duduk dihadapanku. Aku hanya bisa menyambutnya dengan seyum. Sedikit rasa heran dan kaget menghablur saat kuucapkan salam padanya.

"Selamat siang sahabat, semoga kau tidak salah memilih tempat untuk menghabiskan waktu istirahat siang ini"

"Kebimbangan akan tujuan hidup menyesatkan aku digerbang kegelisahan" sambutnya.

Begitulah sahabatku terkasih menerjemahkan gelisahnya, nada kalimatnya datar saja, sebuah kesimpulan yang tidak selesai, namun tatapannya jelas meminta jawaban atau minimal sebuah penjelasan. Keheranan dan kekagetanku kembali mengkristal dengan lebih cepat karena hadirnya unsur empati akan kegelisahannya, empati yang berusaha merasakan pula kegelisahannya, walalupun kutahu tidak akan pernah dapat merasakannya secara tepat seperti yang ia rasakan.

"Apakah tujuan hidupmu sahabat?" tanyanya lembut namun tanpa senyum yg biasa menghiasi bibirnya.

Ku tatap angkasa dari jendela sambil menggumamkan pertanyaannya. Sungguh langit biru yang membentang dihiasi awan putih berarak terlihat cerah namun biasanya aku lebih suka mencuri pandang kematanya, yah dalam matanya terhampar telaga bening yang teduh.

"Tujuan hidup ...." ucapku perlahan.

"Yah tujuan hidup, pandang kemataku sahabat, jangan kau pandang langit karena akulah yg bertanya padamu" potongnya cepat menyahuti gumamanku dan membuyarkan pujianku pada angkasa.

Aku tersenyum saja, yah saat ini aku memang sedang tidak ingin menyelami telaga bening yang sedang dirundung kabut gelisah itu. Ingin sekali ku jawab pertanyaannya dengan segala macam retorika yang tentu saja ia telah pernah dengar sebelumnya, hingga akhirnya kuputuskan untuk tidak menjawab pertanyaannya. Ia bertanya, namun hatiku tahu, ia lebih membutuhkan untuk di dengar saat ini.

"Sahabat, jika kau lihat aku tidak gelisah akan tujuan hidupku, itu bukan berarti aku telah mendapatkan jawaban dari pertanyaanmu itu". Jawabku perlahan.

"Itu bukan sebuah jawaban yang kuinginkan" sambungnya cepat.

"Sahabat, aku tidak dapat menjawab pertanyaan yang kau juga belum dapat menjawabnya, karena pertanyaanmu terlalu amat luas, aku butuh positioning, tune yang pas untuk mencerna pertanyaanmu" jawabku diplomatis.

Ia menatapku lekat, menarik dalam-dalam nafas yang panjang dan mengeluarkannya dengan berat. Segera kualihkan tatapanku kepada sandal kulitku yang sudah terkelupas lapisan luarnya. Ah sandal ini seakan mengejekku, bahkan sepasang sandal ini lebih jelas tujuan keberadaannya, ia didesain, diproses, dipasarkan dan akhirnya dibeli oleh ibuku dan diberikan kepadaku sebagai sandal untuk sholat Iedul Fitri katanya. Toh akhirnya aku pakai sebagai sandal untuk dikantor saat istirahat dan ke musholah kantor, semoga jika sandal ini kugunakan dalam jalan kebaikan tercurahkan pula pahala kebaikan buat beliau, jika sandal ini berjalan dijalan yang menuai fitnah dan dosa, semoga Tuhan melindungi niat baik ibuku dari fitnah itu dan tidak ikut berdosa atas apa yg kuperbuat saat memakai sandal ini.

"Selama ini dalam hidupku aku memilih di pihak yang dianggap benar... jalan yang benar, tidak pernah mau berada di pihak yang salah dan jalan yang salah, dan itu sudah kuanggap prestasi yang cukup baik sebagai manusia. Aku bangga bisa tetap berada di jalan yang benar walau bila dalam lingkungan yang salah .. aku merasa menang.. tapi benarkah..? apakah itu kebenaran hakiki? bagaimana kita bisa merasa benar jika kita tidak pernah berada dalam pihak yang salah. Bagaimana perasaan mereka? Aku tidak tahu.. karena aku selalu dipihak yang menang.. tak mau berada di pihak yang kalah.. apakah aku sudah benar? TIDAK..!! aku menjadi tidak peka dan tidak bijak" ucapnya meradang.

Tertegun aku mendengar rentetan penuturannya. Kuperhatikan dia yang sedang mencoba mengatur emosinya. Ia tutup mukanya dengan kedua telapak tangannya, mengurut-urut wajahnya kemudian dirangkum jemarinya dengan kedua ibu jari menopang dagunya. Dengan meletakkan siku pada meja dan tetap menyandarkan kepalanya pada dua ibu jari sedang jemari yang lain terangkum menutupi bibirnya ia kini menatapku dengan tatapan yang tajam.

Kumencoba menatap lekat matanya, kedekatkan wajahku menghadapnya, kini hanya meja kafe inilah yang menjembatani dua lautan kegelisahan antara aku dan dia.

Kegelisahan membuatnya tidak fokus. Pertama ia bertanya tentang tujuan hidup, kini ia bertanya tentang nilai, kebenaran, menang-kalah, kebanggaan, toleransi dan kebijaksanaan.
Aku masih menatap lekat padanya, mencoba mengamati dan mencari jawaban atas pertanyaanku sendiri. Apakah ini kumulasi dari kegelisahannya selama ini? Apakah ini hanya sebuah proses? apakah aku menjawabnya atau mendengarkannya?

Tidak lama kami beradu pandang ia kini tersenyum
"Maafkan aku sahabat, aku sudah membuatmu bingung"

Aku pun tersenyum, sebagai balasan senyumnya dan juga kegembiraanku menemukan senyum itu kembali hari ini.
"Tidak perlu meminta maaf, karena rasanya aku yang perlu berterimakasih karena pertanyaanmu itu telah mengingatkanku akan banyak hal, terimakasih" jawabku.

Ia meminum teh kotak dinginnya, menimati sensasi dingin melewati tenggorokan dan menyejukkan dadanya.
"Mengingatkanmu akan banyak hal?, hmmm boleh tahu salah satunya?"

"Salah satunya aku jadi teringat saat masa-masa pencarianku, ada yang namanya meme pembeda, misalnya begini, dahulu sebelum aku memiliki HP aku sama sekali tidak mengenal merk, spesifikasi dan fasilitas-fasilitas pembeda dari berbagai merk HP, namun setelah aku memiliki sebuah HP, maka aku mulai bisa membedakan, minimal aku jadi dapat membedakan antara merek yang satu dengan yang lainnya, membedakan berdasarkan spesifikasi dan fasilitas-fasilitasnya, beranjak dari situ aku mulai bisa membedakan mana HP low end, middle end dan high end, itu semua terjadi setelah aku memiliki HP, ... mengertikah kau maksud perumpamaan itu?" tanyaku mencoba menerjemahkan tatapan dan senyum lirihnya.

"Aku mengerti perumpamaan yang kau berikan, tapi aku justru sedang bingung mengasosiasikan perumpamaanmu itu, jika aku asosiasikan dengan agama, bagaimana kau membedakannya?" tanyamu dengan semangat.

Telaga bening yang terkungkung kabut itu telah hilang, kini kejernihannya kembali, kilatan-kilatan cahanyanya memantulkan keceriaan dan kedamaian.

"Agama?"

"Yah, agama, bagaimana sahabat?"

"Hmm, baiklah kita asosiasikan dengan agama, dulu aku menganggap semua agama sama, sampai aku mengenal agamaku lebih dalam, kemudian semakin aku belajar mengenal agamaku itu ternyata aku mulai bisa membedakan mainstreamnya lagi, lebih lanjut semakin lama aku juga mulai mengenal aliran-aliran atau sekte yang ada didalamnya, begitu seterusnya".

"Hmmmm..., baiklah, sebenarnya perumpamaan kamu itu kamu asosiasikan dengan apa?"

"Sahabat, Aku memberi perumpamaan itu justru karena aku ingin kamu dapat mengembangkan sendiri pemikiranmu, aku tidak mengasosiasikannya dengan apa-apa" jawabku.

Ia tersenyum lagi, tatapan ingin tahunya menggelitikku.

"Baiklah, aku tidak mengasosiasikannya dengan apa-apa tapi dengan ini".

Kukeluarkan sebuah HP N-1680 hadiah doorprize saat mengikuti workshop Sales Kick Off yang menyita akhir pekanku.

"Kau bercanda sahabat, kau katakan tadi mengingatkannmu akan saat masa pencarianmu, ceritakanlah" jawabnya tersenyum lebar.

"Sahabat, waktu istirahat kita sudah hampir selesai, bagaimana jika nanti malam selepas jam kerja kita bertemu lagi untuk bercerita dan menunggu kemacetan mencair, jika nanti malam kau masih ingin bertanya tentang ini, aku akan menceritakannya padamu".

"Janji?, mau meluangkan waktumu untuk kita bertemu kembali" ujarnya ingin memastikan

"Jika Tuhan menghendaki, jadilah kehendak-Nya" jawabku pasti

"Baik, terimakasih sahabat"

-----------------------------------

Pekerjaan sebagai accounting staff hanya akan membuatku sibuk diawal dan akhir bulan, saat ini aku hanya mereview beberapa dokumen keuangan yang tidak terlalu menyita waktu. Aku mengingat kembali ucapannya:

""Selama ini dalam hidupku aku memilih di pihak yang dianggap benar... jalan yang benar, tidak pernah mau berada di pihak yang salah dan jalan yang salah, dan itu sudah kuanggap prestasi yang cukup baik sebagai manusia. Aku bangga bisa tetap berada di jalan yang benar walau bila dalam lingkungan yang salah .. aku merasa menang.. tapi benarkah..?

Aku mencoba mengurai rangkaian kalimat itu untuk mencoba memahaminya.

"...dalam hidupku aku memilih di pihak yang dianggap benar... jalan yang benar, tidak pernah mau berada di pihak yang salah dan jalan yang salah, dan itu sudah kuanggap prestasi yang cukup baik sebagai manusia."

Mengapa ia memilih kata "dianggap benar"? kata pasif ini menjelaskan bahwa kebenaran itu terkait dengan sebuah anggapan, sebuah penilaian dari luar. Bukankah seharusnya kebenaran itu sebuah nilai yang lahir dari dalam, sebuah kesadaran nilai yang melandasi pikiran kita saat memutuskan dan bertindak?. Yah, jika ia meletakkan nilai kebenaran di luar, maka pretasi yang baik menurutnya juga pasti akan terkait dengan penilaian dari luar. Ia rapuh di sini, kebenaran yang ia jalani bukanlah kebenaran yang berasal dari dirinya, sebuah nilai kompromi yang lahir dari interaksi nilai yang ia miliki dan konsep nilai yang berada di luar itu.

"Aku bangga bisa tetap berada di jalan yang benar walau bila dalam lingkungan yang salah .. aku merasa menang.. tapi benarkah..? apakah itu kebenaran hakiki? bagaimana kita bisa merasa benar jika kita tidak pernah berada dalam pihak yang salah. Bagaimana perasaan mereka? Aku tidak tahu.. karena aku selalu dipihak yang menang.. tak mau berada di pihak yang kalah.. apakah aku sudah benar? TIDAK..!! aku menjadi tidak peka dan tidak bijak"

Apakah kebenaran melahirkan rasa bangga?, tidak, kebenaran yang lahir dari hati melahirkan kedamaian dan keanggunan sikap, bukan rasa bangga apalagi menang. Ini bukan kompetisi benar atau salah sayang, dan tidak ada lingkungan yang salah, lingkungan adalah sebuah habitat nilai yang heterogen, sulit mengklaim secara umum ada lingkungan yang salah, bahkan segerombolan perampok memiliki nilai-nilai yang mereka jaga, uniknya apapun nilai yang mereka anut, gerombolan perampok itu tahu mereka tidak bersama kebenaran namun mereka memiliki alasan pembenar bagi mereka sendiri untuk melakukan kesalahan. Tapi apakah hukum menerima alasan pembenar mereka? tentu tidak sayang. Hukum memiliki fungsi untuk memulihkan keseimbangan dengan mengisi kebenaran pada ruang-ruang hampa yang tidak di isi kebenaran.

Saat kebenaran tidak hadir, itulah hakikat sebuah kesalahan, kita lihat bahwa kesalahan itu tidak eksis, oleh karenanya untuk mengetahui kesalahan, kita harus memahami kebenaran, bukan sebaliknya sayang. Seperti pula gelap yang lahir karena tidak adanya cahaya, itulah kebenaran hakiki yang kau tanyakan.

Bentuk dari kebenaran itu sendiri aku sulit menjawabnya, karena kau meletakkan nilai kebenaran di luar dirimu, apapun yang aku katakan padamu, bagimu semua itu hanya akan memperjelas bahwa kebenaran itu terletak di luar sana. Sedang bagiku kebenaran itu ada dalam diri kita, kita hidup didalamnya, kadang kita melakukan kesalahan-kesalahan, tapi itu tidak membuat kebenaran keluar dari diri kita.

-----------------------------------

Waktu menunjukkan pukul 18.20 WIB, aku masih duduk diruangan staff accounting, mejaku sudah rapih dan hanya menunggu saatnya beranjak pulang. Aku kembali membaca SMS yang ia kirim tadi

Lainkali saja kita bertemu, aku harus pulang cepat hari ini.
Suamiku akan berangkat keluar kota besok, aku ingin menemaninya belanja keperluan perjalanannya.
Btw, Terimakasih mau menjadi teman diskusiku tadi siang.
Salam buat si kecil yah.
Pengirim:
TBSPKJOJ
+62858858xxxxx
Diterima:
17:21:31
26-05-2004

"Bule, tuh jemputanmu sudah datang" suara Mbak Ida menyadarkanku dari lamunan
"Oh yah Mbak, terimakasih" jawabku

Aku bergegas menuju lobby kantor, di depan meja security, Mas Affy memberikan senyum damainya.
"Kita kekafetaria aja dulu mas, sambil nunggu macet juga ada yang aku ingin ceritakan padamu mas"

Mas Affy menatapku bingung, tanpa menjawab pertanyaan dari tatap matanya, aku langsung menarik lengan kirinya menuju Kafetaria utama di sebelah lobby.

Mas Affy hanya memperlihatkan SMS yang kukirim kepadanya dengan gelengan kepala.

"Mas, jemput aku yah, ASAP, Urgent"
Pengirim:
LBOJB
+6281887xxxx
Diterima:
17:31:10
26-05-2004


-----------------------------------


Hari ini tepat 5 tahun sudah, hari dimana Mas Affy menyatakan cintanya. Mungkin bagi ibu ini adalah kesalahan terbesar dalam hidupku, namun dalam hati aku tahu, tidak ada yang salah dalam perjalanan kehidupan kami, walalupun akhirnya kami berpisah jalan walau sudah memiliki Kirana dan Kurnia, putra putri kami yang merupakan anugrah terindah dalam hidupku.
Aku telah memaafkan Mas Affy, tidak, bukan untuk dirinya, aku memaafkannya untuk kebaikan diriku. Aku tidak lagi menyalahkan dia atas alur kisah keluarga yang tidak seharmonis sebuah keluarga pada umumnya.

Semua ini proses, aku yakin, pada akhir perjalanan hidupku, Tuhan telah menyediakan sebuah skenario penutup dengan happy ending. Dengan Kirana dan Kurnia disampingku, aku akan melangkah tegap menuju jalan ini.

-----------------------------------------------------------------------------------------


-----------------------------------------------------------------------------------------


One of my Sist yg kalimatnya sudah saya kutip dan menjadi salah satu inspirasi cerita ini memberi komentar:

bravo..my brother! daku tak pernah menyangka tulisanku bisa dikembangkan menjadi tulisan yg lebih menarik
well my friend.. that what i want to share agar menjadi satu renungan.. realita penilaian satu kebenaran yang ada memang kebanyakan masih di luar manusia itu sendiri, kecuali pada manusia yang telah mencapai tingkat keimanan tertentu.. dan itulah yang menyebabkan masih banyak orang2 yang merasa benar sebagai suatu kebanggaan dan menilai orang lain salah jika beda dari yang pernah diajarkan padanya..
tokoh ini penggambaran orang yang mencari kebenaran hakiki itu.. ya suatu proses kematangan diri, hingga dia benar-benar yakin akan kebenaran itu dari dalam dirinya.. bukan karena sekedar ajaran atau tatanan yang diajarkan semata.. proses ini diawali adanya kegelisahan dirinya, kejujuran hati dan keberanian pencaharian makna..dan pengakuan jika kesalahan adalah satu paket dalam pengajaran kebenaran..kebenaran akan tampak jelas jika ada kesalahan. sebagaimana kebenaran dulunya diturunkan per kasus karena adanya ketidak benaran yang diperlihatkan terlebih dahulu..
satu paragraf itu satu sentilan dalam proses berfikir masing-masing untuk mencari jawaban akan kebenaran.. memang sengaja dibuat menggantung..
but you're good.. mencoba menganalisis satu per satu kata..
mungkin yang lebih jelas dengan merenungkan kembali pencaharian kebenaran oleh nabi ibrahim dan perjalanan nabi musa..walau mereka sudah meyakini kebenaran itu..tetap mereka mencari tahu apa sebenarnya kebenaran itu..hingga mereka menemukan jawabnya sendiri, dan semakin memperkuat keyakinan mereka..
thanks sobat..very good..


Saya copy paste untuk mengenang, betapa akrab kita saat lampau, for my brad's n sist's semoga Allah meridhai semua waktu kita Amin.

Posting Komentar

No Spam, Please.