Sedikit tentang Paradigma




Paradigma...

Steven R covey dalam buku The Seven Habits of Highly Effective People menjelaskan bahwa paradigma adalah cara kita memandang. Paradigma diibaratkan seperti kacamata. Manakala kita memakai kacamata hitam, atau kacamata berlensa warna hitam, maka yang akan kita lihat adalah keadaan sekeliling yang berwarna gelap.

Cara pandang inilah yang pada gilirannya membuat orang berbeda dalam: "melihat - memaknai - bereaksi" terhadap fakta yang ada. Pada akhirnya: Kita melihat dan memahami dunia sebagaimana kita adanya, bukan sebagaimana dunia adanya.

Saya sendiri lebih suka menyebutnya sebagai sudut pandang (point of view), cara pandang, walau kadang akhirnya saya menggunakan kata paradigma jika yakin orang yang diajak bicara paham maksudnya.

Mari kita bermain sebentar. Perhatikanlah gambar di bawah ini:

Sebagian akan menemukan sketsa gambar gadis muda dengan scraft  dirambutnya dan kalung mutiara yang menghias lehernya, kita juga bisa menambahkan detail ia menggunakan sejenis mantel bulu dan seterusnya.

Kamu sudah melihat gambarnya? Jika kamu melihat lalu memahami sketsa itu sebagai gadis muda tentu akan banyak pilihan untuk menindaklanjuti pemahaman itu dalam sebuah aksi, jika saja gadis muda itu meminta kamu untuk menemaninya menghabiskan jam istirahat di sebuah kafe... maka apa yang akan kamu lakukan?

Atau kamu sedang melihat gambar sketsa seorang nenek tua dengan scraft dirambutnya?, seorang nenek dengan hidung yang besar?. Jika nenek tua ini meminta kamu untuk menemaninya menghabiskan jam istirahat di sebuah kafe maka apa yang akan kamu lakukan?.

Atau kamu bisa melihat keduanya?

Dilain pihak, paradigma tidak saja hanya mengubah pemahaman ke luar, tetapi juga sangat mempengaruhi dalam memahami diri sendiri. "Bila kita memandang diri kita kecil, dunia akan tampak sempit, dan tindakan kitapun jadi kerdil. Namun, bila kita memandang diri kita besar, dunia terlihat luas, kita pun melakukan hal-hal penting dan berharga." demikian tulis seseorang dalam blognya.

Kita masih bisa berdebat mengenai tata nilai, pengalaman hidup dan seterusnya dari masing-masing individu yang juga mempengaruhi paradigma, pemahaman akan fakta yang ia lihat dan bereaksi merespon stimulus dari fakta yang sudah ia lihat dan pahami tersebut. Kitapun masih dapat berdebat mengenai seberapa valid paradigma yang kita gunakan untuk menilai tersebut :) seberapa obyektif? salahkah jika bersifat subyektif?

Apapun itu sulit untuk dinilai karena berada dalam diri seseorang, satu-satunya cara yang lebih mudah dan gamblang adalah dengan melihat respon, melihat tindakan yang dilakukannya sebagai respon akan sebuah stimulus (rangsangan) sebuah fakta.
"Tindakan kita adalah cermin bagaimana kita melihat dunia. Sementara dunia kita tak lebih luas dari pikiran kita tentang diri kita sendiri. Itulah mengapa kita di ajarkan untuk berperasangka positif pada diri anda sendiri. Agar kita bisa melihat dunia lebih indah, dan bertindak selaras dengan kebaikan-kebaikan yang ada dalam pikiran kita. Padahal dunia tidak butuh penilaian apa-apa dari kita. Ia hanya memantulkan apa yang ingin kita lihat. Ia menggemakan apa yang ingin kita dengar. Bila kita takut menghadapi dunia, sesungguhnya kita takut menghadapi diri kita sendiri."

Maka bukan soal apakah kita berperasangka positif atau negatif terhadap diri sendiri. Melampaui di atas itu, kita perlu jujur melihat diri sendiri apa adanya. Dan dunia pun menampakkan realitanya yang selama ini tersembunyi di balik penilaian-penilaian kita.

Pustaka : Kumpulan Motivasi Ir. Andi Muzaki, SH, MT.

Kutipan di atas saya copy paste dari blog Bugiskha, itu memuat inti dari apa yang ingin saya sampaikan, bahwa paradigma mempengaruhi penilaian diri yang pada gilirannya akan sangat menentukan bagaimana respon kita terhadap hasil penilaian.

Analogi yang menarik adalah persepsi akan angka 6 yang dilihat oleh seseorang menjadi angka 9 jika dilihat dari orang lain dari sisi yang berhadapan dengannya. Mana yang benar? angka 9 atau 6?.

 Mana yang benar? angka 9 atau 6? adalah sebuah fenomena yang kerap muncul dalam kehidupan, sama-sama benar dalam perbedaan. Sebuah kondisi ideal yang utopis? kita yang menentukan, dan kembali ke sudut pandang atau paradigma yang kita gunakan. :)

Demikian catatan kecil mengenai paradigma, sudut pandang, hal kecil yang sangat menentukan untuk melihat, memahami lalu bertindak. Sedikit sotoy soal psikologi :D

Reff:
Bugiskha Blog
tmantsch com

5 komentar

  1. berarti tergantung penilaian masing-masing ya gan ...
    1. fakta tetap ada, gambar diatas adalah fakta garis-garis yang membentuk sebuah pesan, memaknai garis-garis itu menjadi wajah nenek-nenek atau gadis muda itulah yang menjadi wilayah yang dapat kita pilah :) pada akhirnya penilaian masing-masinglah yang membedakan saya dan kamu :) trims sudah mampir.
  2. Trims postingannya broda... bermutu sekali...

    *cuma butuh 1 detik untuk bisa menebak itu gadis muda, tapi butuh 4 menit untuk pastikan ada nenek tua dengan pipi yg besar...
    1. seandainya saat saya menulis postingan yang saya sebutkan lebih dahulu adalah nenek tua apakah akan sulit menemukan imaji wajah gadis muda disana?
      mana yang lebih dahulu kita alami akan selalu menjadi prakondisi, semacam alat ukur, jika kita sudah memahaminya maka akan mudah kita memilah alat yang kita gunakan untuk mengukur, menilai fakta-fakta yang ada dihadapan kita :) trims feedbacknya.
    2. trims penjelasannya bang,.. ketemu lagi di postingan selanjutnya.
No Spam, Please.