Minus Growth, Efisiensi, dan Rahasia di Baliknya

Pernah denger istilah "zero growth" atau "minus growth" di kantor pemerintahan? Mungkin terdengar aneh, ya, kok malah mengurangi jumlah pegawai? Padahal, biasanya suatu organisasi pengennya nambah terus biar makin besar.
Nah, kali ini, kita bakal bahas strategi unik Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang satu ini. Ini bukan cuma soal angka, tapi ini adalah cerita tentang bagaimana sebuah institusi besar beradaptasi dan menjadi lebih lincah di era yang penuh tantangan.
Mengapa Kebijakan Minus Growth Itu Penting?
Sebelum kita masuk ke inti ceritanya, kita harus paham dulu kenapa kebijakan ini muncul. Bukan tanpa alasan, strategi minus growth lahir dari kebutuhan mendesak untuk beradaptasi dengan perubahan besar yang sedang terjadi. Ada tiga faktor utama yang jadi latar belakang:
- Era Revolusi Industri 4.0 dan Disrupsi: Dunia berubah cepat banget, kan? Otomatisasi dan teknologi mulai menggantikan banyak pekerjaan. Hal ini menuntut Kemenkeu untuk memiliki SDM yang lebih adaptif, fleksibel, dan punya skill yang relevan dengan perkembangan zaman.
- Efek Pandemi COVID-19: Pandemi tidak hanya mengganggu kesehatan, tapi juga memukul telak perekonomian global. Kemenkeu harus memikirkan ulang cara kerja mereka dan memastikan setiap sumber daya, termasuk pegawai, dimanfaatkan seefisien mungkin untuk membantu negara bangkit.
- Arahan Reformasi Birokrasi: Di level pemerintahan, ada dorongan kuat untuk menciptakan birokrasi yang lebih sederhana, lincah, dan efektif. Kemenkeu, sebagai tulang punggung keuangan negara, harus jadi pelopor perubahan ini.
Dengan kondisi seperti itu, Kemenkeu sadar kalau mereka harus mengoptimalkan pengelolaan SDM. Pengurangan jumlah pegawai secara strategis adalah langkah awal yang krusial untuk memastikan organisasi mereka tetap relevan dan siap menghadapi tantangan global.
Minus Growth vs. PHK Massal
Mungkin ada yang bertanya, kenapa tidak melakukan PHK massal saja? Sebenarnya, ada perbedaan mendasar dan alasan kuat mengapa Kemenkeu memilih strategi minus growth daripada pemutusan hubungan kerja (PHK) massal.
Minus Growth adalah kebijakan strategis untuk menurunkan jumlah pegawai secara bertahap dan alami. Caranya dengan merekrut lebih sedikit pegawai baru dibanding yang pensiun atau keluar. Ini adalah proses yang terencana dan terkendali.
PHK Massal adalah tindakan ekstrem yang biasanya dilakukan untuk memotong biaya dengan cepat. PHK melibatkan pemberhentian sejumlah besar pegawai secara tiba-tiba, yang bisa merusak moral dan stabilitas organisasi. Tentunya istilah PHK kurang tepat karena Pegawai Kemenkeu adalah ASN/PNS maka yang dimaksud PHK di atas lebih ke pemberhentian dengan hormat atau bisa juga keputusan sebelum masanya atau pensiun dini. (Kalo salah mohon dikoreksi yah)
Minus growth menjaga stabilitas dan moral pegawai karena pengurangan dilakukan secara alami. Pegawai yang ada merasa lebih aman dan termotivasi. Kemenkeu bahkan menerapkan sistem penghargaan (reward) untuk meningkatkan kinerja. Sebaliknya, PHK massal dapat menciptakan lingkungan kerja yang tidak stabil dan merusak budaya organisasi dalam jangka panjang.
Singkatnya, minus growth adalah pendekatan yang lebih cerdas dan berkelanjutan. Alih-alih melakukan pemotongan tajam yang menyakitkan, Kemenkeu secara perlahan mengoptimalkan sumber daya yang ada dan mempersiapkan mereka untuk tantangan di masa depan.
Strategi Minus Growth
Kerennya, Kemenkeu enggak cuma berencana, tapi juga berhasil membuktikan strateginya. Dalam Rencana Strategis (Renstra) Kemenkeu 2022-2024, target minus growth yang ditetapkan adalah -3,95% sampai akhir 2024.
Tapi tau enggak? Kemenkeu berhasil melampaui target itu jauh lebih cepat! Hingga akhir tahun 2022, mereka berhasil mencapai -4,35%. Angka ini didapat dari penurunan jumlah pegawai yang tadinya 82.468 orang di tahun 2019, jadi 78.882 orang di tahun 2022. Capaian ini menunjukkan kalau strategi minus growth ini berhasil diimplementasikan dengan baik.
Ini adalah bukti nyata bahwa Kemenkeu serius dalam mengoptimalkan pengelolaan SDM mereka. Mereka ingin menjadi organisasi yang lebih ramping dan cerdas, yang bisa beradaptasi dengan segala perubahan zaman.
Analisis Kebijakan Minus Growth dengan 7S McKinsey Framework
Untuk memahami lebih dalam mengenai strategi minus growth Kemenkeu, kita bisa merujuk pada analisis yang dilakukan oleh Ade Trisha Darnanti dan Benny Sigiro. Penelitian mereka menggunakan kerangka kerja Model 7S McKinsey untuk mengkaji implementasi kebijakan tersebut. Model ini memiliki tujuh elemen yang saling terkait, yaitu: Strategy, Structure, System, Style, Staff, Skill, dan Shared Values. Keselarasan antar elemen-elemen ini menjadi kunci keberhasilan suatu strategi.

Yuk, kita bedah satu per satu!
- Strategy (Strategi) 🎯: Strategi minus growth ini adalah bagian dari rencana besar Kemenkeu untuk menciptakan "Organisasi dan SDM yang Optimal." Strategi ini diwujudkan lewat moratorium rekrutmen, redistribusi pegawai, dan implementasi exit strategy.
- Structure (Struktur) 🏢: Kemenkeu memiliki struktur organisasi yang fleksibel dan adaptif. Hal ini memungkinkan pembagian wewenang dan tugas yang jelas, sehingga strategi minus growth bisa berjalan lancar tanpa mengganggu kinerja.
- System (Sistem) ⚙️: Mereka punya sistem yang terstruktur banget, mulai dari perencanaan hingga evaluasi. Sistem reward and punishment juga diterapkan untuk memotivasi pegawai berprestasi dan memastikan tujuan organisasi tercapai.
- Style (Gaya Kepemimpinan) 👑: Kepemimpinan Menteri Keuangan, Sri Mulyani, punya peran krusial. Strategi dirumuskan dengan arahan top-down dari beliau, yang memastikan seluruh elemen Kemenkeu bergerak ke arah yang sama.
- Staff (Pegawai) 🧑💼: Pegawai Kemenkeu dianggap sebagai aset berharga yang harus dikelola dengan baik. Penugasan mereka disesuaikan dengan kompetensi dan komposisi pegawai di jabatan inti (core) terus ditingkatkan.
- Skill (Keterampilan) 🧠: Kemenkeu memfasilitasi pengembangan kompetensi lewat Corporate University dan program pelatihan. Strategi upskilling dan reskilling dijalankan untuk memastikan pegawai punya skill yang relevan dengan perkembangan zaman.
- Shared Values (Nilai Bersama) ❤️: Nilai-nilai ini jadi pedoman bagi seluruh pegawai. Kemenkeu memiliki visi dan misi yang jelas, menciptakan budaya kerja yang kuat, dan memastikan semua orang punya tujuan yang sama.
Lebih Efisien di Tengah Tantangan
Strategi minus growth Kemenkeu adalah contoh nyata bagaimana sebuah organisasi bisa beradaptasi dengan cerdas. Di tengah berbagai tantangan global dan ekonomi yang melemah, negara butuh birokrasi yang gesit, efisien, dan fokus pada hal-hal esensial. Kemenkeu membuktikan bahwa dengan pengelolaan SDM yang strategis dan didukung oleh elemen-elemen organisasi yang selaras, mereka bisa mencapai tujuan itu.
Kebijakan ini menjadi cermin betapa pentingnya efisiensi dan adaptasi, terutama saat negara menghadapi kesulitan ekonomi. Langkah ini menunjukkan bahwa Kemenkeu tidak hanya peduli pada angka-angka besar APBN, tetapi juga pada bagaimana setiap rupiah dan setiap pegawai bisa berkontribusi maksimal untuk kemajuan bangsa. Ini adalah langkah nyata menuju birokrasi yang modern, lincah, dan siap menghadapi masa depan demi kesejahteraan seluruh masyarakat Indonesia.
--------------
Sumber "Analisis Implementasi Strategi Minus Growth Kementerian Keuangan Berdasarkan Model 7S McKinsey" oleh Ade Trisha Darnanti dan Benny Sigiro - Seminar Nasional Hukum Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (SEMNASIP) 27 Juni 2024.
Kelemahan dan Kekurangan Minus Growth
- Implementasi Exit Strategy yang Belum Optimal: Dalam konteks sumber daya manusia (SDM), exit strategy adalah serangkaian kebijakan dan program yang dirancang untuk mengelola pengurangan jumlah pegawai secara terstruktur, adil, dan efisien. Salah satu kekurangan adalah pelaksanaan exit strategy yang belum sepenuhnya diberlakukan untuk pegawai yang tidak relevan dengan kebutuhan organisasi. Hal ini menyebabkan target pengurangan pegawai menjadi kurang efektif dan proses penyesuaian SDM tidak berjalan maksimal.
- Potensi Kekurangan SDM di Posisi Penting: Meskipun tujuannya adalah efisiensi, pengurangan jumlah pegawai secara agresif tanpa analisis yang mendalam dapat berisiko. Jika tidak diimbangi dengan alokasi yang tepat, strategi ini bisa menyebabkan kekurangan SDM pada jabatan inti atau posisi strategis yang membutuhkan keahlian khusus.
- Dampak Terhadap Kinerja dan Motivasi Pegawai: Kebijakan minus growth dapat menimbulkan kekhawatiran di kalangan pegawai, terutama terkait dengan masa depan karier mereka. Hal ini berpotensi memengaruhi motivasi kerja dan kinerja, karena adanya ketidakpastian mengenai keberlanjutan posisi dan promosi.
- Kesulitan Mengukur Dampak Jangka Panjang: Kebijakan minus growth merupakan strategi jangka panjang yang membutuhkan evaluasi berkelanjutan. Kesulitan dalam mengukur dampak penuh dari kebijakan ini, baik dari segi efisiensi maupun kualitas pelayanan, bisa menjadi tantangan. Tanpa indikator yang jelas dan terukur, sulit untuk menentukan apakah kebijakan ini benar-benar mencapai tujuannya atau justru menimbulkan masalah baru.