Apa jadinya jika seorang pegawai introvert yang kerjanya cuma duduk ngoding di basement CIA tiba-tiba berubah jadi pemburu teroris internasional?
Itulah premis utama film The Amateur, rilisan terbaru tahun ini yang dibintangi oleh Rami Malek. Dari judulnya saja sudah bikin penasaran: “The Amateur”? Amatir? Tapi ini film agen intelejen loh! Jangan-jangan ini bukan cerita James Bond, tapi lebih kayak kisah seorang ber-IQ 170 yang menjadi korban lambannya sistem yang akhirnya nekat turun ke lapangan?
Film garapan James Hawes ini mencoba menghidupkan kembali cerita dari novel tahun 1981 karya Robert Littell, yang dulu juga pernah diadaptasi jadi film. Namun versi 2025 ini memilih pendekatan yang lebih... ehm, mellow.
Dari Basement CIA ke Perburuan Global
Charlie Heller (Rami Malek), adalah seorang kriptografer jenius tapi pendiam, yang kesehariannya dihabiskan di ruang bawah tanah kantor pusat CIA, Langley. Hidupnya berubah total ketika sang istri, Sarah (diperankan Rachel Brosnahan), tewas dalam serangan teroris di London.
Dan ketika atasannya ogah bergerak, Charlie langsung berubah mode: "Fine. I'll do it myself." (ala Thanos).
Tapi sabar dulu. Ini bukan kisah balas dendam penuh ledakan dan kejar-kejaran bombastis. Sebaliknya, The Amateur justru berjalan dengan ritme pelan. Terlalu pelan. Bahkan dibanding orang nyebrang jalan sambil main HP, ini film kalah cepat.
Charlie mulai menyelidiki sendiri dan mendapat akses ke dokumen rahasia dari entitas bayangan bernama “Inquiline” yang (tentu saja) menguak konspirasi di tubuh CIA sendiri. Sebuah narasi klasik: orang dalam bikin ulah, orang kecil memberontak.
Namun, seiring perjalanannya, pertanyaan mulai muncul di kepala kita: gimana caranya pegawai kantor bisa begitu cepat jadi agen lapangan?
Tentu, dia sempat dilatih oleh Kolonel Henderson (Laurence Fishburne), tapi latihan seminggu langsung bisa kejar-kejaran pakai senjata? Hmm… bahkan lulus SIM aja nggak segampang itu.

Apakah Film Ini Memberi Nafas Baru pada Genre Thriller Konspirasi?
Jawabannya: setengah napas alias ngos-ngosan.
Film ini berusaha keras menyuguhkan sisi emosional Charlie ketimbang sekadar aksi tembak-tembakan. Di sinilah kehadiran Rami Malek terasa penting. Ekspresinya yang selalu tampak setengah galau, setengah bingung itu cocok untuk menggambarkan krisis batin.
Charlie bukan agen super. Dia gugup, canggung, bahkan belajar membobol kunci dari YouTube. Ini memberi dimensi manusiawi yang menyentuh, terutama ketika kita melihat bagaimana trauma dan kehilangan bisa mengubah seseorang jadi “makhluk lain”.
Namun sayangnya, saat sisi emosional ini sudah mulai terasa, tempo film malah ngos-ngosan. Aksinya kurang meyakinkan, dramanya setengah hati, dan elemen konspirasinya kurang dalam.
Apakah Penonton Bisa Simpati pada Charlie?
Charlie adalah potret dari banyak orang yang merasa dunia terlalu lambat (atau terlalu kejam) untuk bertindak. Ia memilih untuk tidak menunggu sistem yang mandek, dan mengambil keputusan sendiri. Tapi keputusan yang lahir dari trauma seringkali bukan solusi, malah memperkeruh.
Keputusan yang lahir dari trauma seringkali bukan solusi
Dalam psikologi, ini disebut sebagai coping mechanism—cara manusia merespon tekanan. Charlie tidak menangis atau mengasingkan diri. Ia malah memilih cara ekstrem. Film ini seolah ingin mengatakan: "Ketika duka bertemu kecerdasan, bisa jadi ledakan besar. Tapi belum tentu bermanfaat."
Secara filosofis, The Amateur adalah tentang transisi: dari keterbatasan ke ketegasan, dari kesedihan ke aksi, dari teori ke lapangan. Charlie adalah wajah banyak orang yang merasa dunia terlalu lambat memberi keadilan.
Namun, apa semua balas dendam itu penting? Atau hanya menunda penyembuhan?
Film ini mengangkat dilema itu dengan cukup jujur. Tapi sayangnya, rasa lelah menonton hadir lebih cepat dari rasa simpati. Beberapa adegan aksi malah terkesan seperti ditulis sambil ngopi malam minggu—terburu-buru dan tak selesai.
Apakah Pemeran Lain Bisa Menolong Cerita?
Sayangnya, tidak terlalu.
Laurence Fishburne, Jon Bernthal, Julianne Nicholson, hingga Michael Stuhlbarg tampil seperti cameo mewah. Karakter mereka tidak cukup berkembang untuk membuat kita peduli. Seolah semua diarahkan untuk membuat Charlie bersinar, tapi malah membuat dunianya terasa datar.
Padahal, film-film thriller politik atau spionase yang kuat seperti Three Days of the Condor atau The Conversation justru berhasil karena ensemble cast-nya saling menghidupkan cerita.

Worth It Ditonton? Atau Cuma Selingan?
Kalau kamu cari film action yang intens, penuh kejutan dan tensi, The Amateur bisa bikin kamu kecewa. Tapi kalau kamu suka cerita karakter, psikologi trauma, dan ingin melihat Rami Malek tampil sebagai "bukan robot" setelah Mr. Robot, ini bisa jadi tontonan alternatif.
Film ini cocok ditonton saat kamu ingin mikir ringan tapi tetap terhubung secara emosional. Jangan harap ada adegan baku hantam seru atau plot twist menggetarkan. Ini film buat kamu yang habis diputusin dan pengin lihat ada orang lain yang hidupnya lebih hancur (lalu bangkit).
Jadi, Tonton Atau Skip?
Kalau kamu penikmat slow-burn thriller yang suka mikir, silakan tonton. Tapi kalau kamu lebih suka genre spy-action macam Mission: Impossible atau John Wick, mending lewat dulu.
Satu hal yang pasti: The Amateur mengingatkan kita bahwa bahkan orang biasa bisa melakukan hal luar biasa—meski tidak selalu berarti bagus juga hasilnya.
Dan kalau suatu saat kamu merasa dunia tidak adil, ingat… balas dendam itu sah-sah saja di film. Di dunia nyata? Mending konsultasi dulu ke psikolog. 😄
Judul: The Amateur
Genre: Thriller, Action, Drama Psikologis
Durasi: 2 jam 3 menit
Sutradara: James Hawes
Penulis Skenario: Ken Nolan, Gary Spinelli
Pemain Utama: Rami Malek, Rachel Brosnahan, Laurence Fishburne
Tahun Rilis: 2025
Rating: PG-13 (karena adegan kekerasan dan bahasa kasar)
Yang saya suka:
- Sinematografinya keren.
- Akting Rami Malek luar biasa!
- Saya suka ide ceritanya—si kutu buku jadi pahlawan.
Yang gak ok:
Sebenernya nggak ada sih. Tapi bakalan lebih senang kalau Charlie jadi agen CIA di akhir cerita.
Rating: 7/10
Jadi, worth it buat ditonton lagi! 🎬✨