Terima Kasih Ayah, Kini Aku Bisa Mandiri Walau Tanpamu

Terima Kasih Ayah, Kini Aku Bisa Mandiri. Sekarang, aku tumbuh menjadi anak yang lebih mandiri. Ayah sudah memberi semua yang terbaik.
Terima Kasih Ayah, Kini Aku Bisa Mandiri

Hai pekernalkan, aku Fitri anak perempuan terakhir dari 6 bersaudara. Aku lahir dari rahim seorang ibu yang kuat. Aku tumbuh besar berkat perjuangan ayah yang tak pernah lelah memberi semua yang terbaik untuk ku. Aku berani bermimpi tinggi demi ibu dan ayah yang sangat berjasa.

Kini umurku sudah 20 tahun. Proses yang cukup panjang dengan beberapa pengalaman dan pelajaran.

Aku tumbuh menjadi anak perempuan yang kuat. Tidak mendapat ASI waktu kecil, tidak minum susu formula apapun, sering sakit-sakitan dari kecil, tidak punya teman bermain, bahkan dulu merasa bahwa dunia ini sangat sepi. 

Tapi seiring berjalannya waktu. Berkat usaha ayah dan ibu, aku tetap tumbuh seperti anak kecil pada umumnya. mendapat banyak hal yang menyenangkan meski hanya bisa dirasakan berdua dengan ayah saja. Aku ingin bilang pada dunia "aku tidak pernah benar-benar sendiri. 

Tuhan tidak mengutukku. aku spesial terlahir seperti ini. Ayah dan ibuku bangga memiliki anak sepertiku. Aku tidak takut dunia ini akan menjahatiku, sebab penjagaku adalah doa orang tuaku, ayah dan ibu".

Tapi malangnya, kalimat itu susah sekali aku katakan hari ini.

Karena 2 bulan lalu ayahku pergi. Ia pergi dan takkan pernah kembali lagi. Hari itu, aku seperti merasakan rasa sakit yang sesungguhnya. Pertama kalinya aku melihat ayah terbaring lemas dengan bibir yang sangat pucat. 

Pertama kalinya juga, aku bisa menangis di hadapan banyak orang dengan mengulang-ulang kalimat "Aku belum memberi apa-apa untuk ayah". 

Belum selesai ku ucapkan semua yang ku rasa, tubuhku ikut lemas, aku terjatuh pada pelukan ibu yang hari itu sangat hangat. 

Sampai ada di titik aku tidak mampu berkata apapun ketika mendengar ibu berbicara, "Ikhlaskan ayah nak, kamu sayang ayah kan, sekarang ibu cuma punya kamu". Aku pun tidak sadarkan diri dalam beberapa menit.
 
Tapi setelah sadar, aku sangat kaget mendengar suara pengajian. Aku lupa bahwa kepergian ayah mengundang tetangga, sanak keluarga dan orang-orang untukdatang. Berharap malam itu hanya sekedar mimpi, karena aku belum sepenuhnya menerima kepergian ayah begitu saja. 

Keesokan harinya. Aku melihat ayahku dimandikan. 

Melihat ayahku memakai kain kafan, dibungkus dengan tikar, menyaksikan ayahku masuk kedalam kurung batang, aku yang memegang payung di atas kepala jenazahnya, bahkan aku melihat sendiri ayahku dikubur di dalam liang lahat yang cukup dalam. Sunggu hatiku sangat terisis.

Semenjak itu, aku seperti kehilangan diriku. Kehilangan semangat ku. Tujuan serta target di depan sana sejenak menjadi sangat gelap. 

Aku kehilangan arah. Aku bingung harus mulai dari mana hidup tanpa ayah. Aku berpikir apakah aku bisa menjalaninya semuanya hanya dengan ibu saja?. 

Padahal, di umur ini aku sangat membutuhkan sosok ayah. Keputusan dan restu ayah pada hidupku akan lebih berpengaruh. Sekarang hanya tinggal bayang-bayang bahwa ayah masih berada di sekitarku. Melihat dan memperhatikan aku dari dunia yang berbeda. Jarak yang sudah tidak bisa ditempuh dengan kendaraan apapun kecuali kematian. Sebab itu setiap ingat pada ayah hanya doa yang mungkin akan sampai kepadanya. 

2 bulan ini. Aku belajar ikhlas dan menerima takdirku. Percaya pada ketetapan-Nya. Percaya bahwa aku akan menjadi anak perempuan terakhir yang lebih kuat dari sebelumnya. Meski sangat berat, tapi aku masih punya ibu yang perlu dibahagiakan. 

Ayah sudah memberi semua yang terbaik, walaupun ayah gagal menemani aku sampai kelak, tapi tanpa perjuangan ayah mungkin aku tidak bisa menulis semua ini. Aku tidak akan mengerti mengapa tidak semua orang bisa menyukai kita. Tanpa pelajaran dari ayah, aku tidak mungkin setabah ini menerima semuanya. Aku tidak mungkin setaat ini pada pencipta-Ku. 

Aku merasa sedikit beruntung karena sebelum ayah pergi, ayah menjadikan aku anak perempuan paling bahagia di dunia karena dicintai begitu dalam. Ayah tidak pernah membanding-bandingkan aku dengan siapapun. 

Ayah tidak memaksaku untuk melakukan hal yang tidak aku suka. Ayah membebaskan aku memilih semua yang aku mau, jika hal itu baik untukku. Ayah selalu mengingatkan aku bahwa "Allah cinta dengan hambanya yang bersabar". Sebab itu, aku  mulai menerima kepergian ayah karena aku percaya rasa sabar ayah waktu hidup telah membawanya pada tempat terbaik di sisi Allah.

Terima Kasih Ayah, Kini Aku Bisa Mandiri

Sekarang, aku tumbuh menjadi anak yang lebih mandiri.

Aku merasakan bahwa hidup tanpa ayah memang berat. Tapi akan jauh lebih berat jika aku mengabaikan ibu. 

Ayahku sudah tenang. Aku tidak boleh berlarut-larut dalam kesedihan ini. Apapun yang aku jalani hari ini akan menjadi penentu keberhasilanku di kemudian hari nanti.

"Berada di langit sebelah mana ayahku. Sedang berharap apa ia padaku. apapun yang membuat ia tidak tenang, tolong katakan padaku doa apa yang harus aku kirim untuknya. Aku sudah ikhlas. Aku membiarkan ia terlelap dan pergi untuk tenang. Kini ku mohon, beri ia tempat terbaik dan ku titip rindu untuk ayah yang sekarang sudah berpulang".


-tulisaniphii- 

Posting Komentar

No Spam, Please.