Kopi Sore Pembawa Kenangan

Zaman terus berjalan dengan logikanya sendiri, manusia menerjemahkan kemudian berbagi ingatan kolektif yang diwariskan sampai ke beberapa generasi
Kopi Sore Pembawa Kenangan

Berbeda dengan pagi, sore selalu saja membawa kenangan, kalau tanpa kopi sore, kenangan yang datang suka slonong boy dan suka keluar konteks. 

Salah satu kenangan yang melintas saat ini adalah saat-saat sore seperti ini diisi dengan kegiatan membuat es teh manis sambil menjaga ayunan agar penghuninya tetap lelap tertidur. 

Setelah selesai mengisi dan mengikatnya dengan karet gelang, puluhan es teh plastik tadi dimasukkan dengan rapi ke dalam freezer

Jika listrik tak padam, maka esok pagi es tersebut dapat dikirim ke sekolah-sekolah untuk dijajakan.

Sore yang lain, selain sering ke kebun memetik buah coklat, kadang diisi dengan mengupas puluhan kelapa tua di kolong rumah panggung nenek sambil tetap menjaga ayunan. Karena tak mahir menggunakan alat pencungkil isi kelapa, selain mengupasnya saya hanya membantu memeras santan. 

Santan itulah yang nantinya dimasak menjadi minyak kelapa. Jika kebutuhan minyak kelapa terpenuhi, kelebihannya dapat dijual.

Hasil penjualan es, minyak kelapa, hasil kebun dan segala macam penghasilan itulah yang nantinya menjadi ongkos saya ke Makassar. Tentunya juga untuk membeli rokok dan kopi saat saya berada di Bila Ugi Kecamatan Sabbangparu Kabupaten Wajo Sulsel.

Ingatan itu muncul karena bayi yang berada di dalam ayunan itu, kemarin datang ke rumah sekadar mengisi liburan kuliah, atau mungkin untuk memperingatkan, kalau saya sudah lama tidak menjenguk kuburan kakek dan nenek.

Kopi Sore Pembawa Kenangan

Ayah saya meninggalkan Sulawesi untuk mengikuti pendidikan Akabri, ia tidak pernah bercerita apa alasannya keluar lalu menjadi PNS di pemda DKI Jakarta. Sedangkan saya, setahun menganggur setelah lulus SMA justru "pulang" ke Sulawesi. 

Saya tidak percaya karma, toh setelah 6 tahun di Sulawesi saya kembali ke Bekasi. Kemudian sepupu saya ini setelah lulus SMA justru kuliah di Bandung dan Jakarta, kalau memang karma ada, karma siapa yang ia sedang jalankan?

Zaman terus berjalan dengan logikanya sendiri, manusia menerjemahkan kemudian berbagi ingatan kolektif yang diwariskan sampai ke beberapa generasi, seleksi alam yang akan menguji petuah-petuah itu akan tetap lestari atau tergantikan kearifan baru.

Palettu' Sengereng (Pengantar Kenangan) - 5 September 2019.

Posting Komentar

No Spam, Please.