Tapi selain kenangan, kopi juga berunsur harapan, kita tak mungkin berlama-lama bermain dalam kenangan lalu melupakan harapan-harapan yang juga hadir bersamanya, kenangan dan harapan menyublim dalam semerbak aroma kopi. Atau mungkin kebalikannya?, kenangan dan harapan yang menari-nari di udara dan ingatan itu menghablur, mengkristal, mewujud menjadi biji-biji kopi :)
Kopi, begitu pun kenangan…. betapa pun besarnya keinginan kita untuk menghabiskan, kita harus tabah untuk saling menyisakan.
Jangan pernah kau habiskan... agar tak pernah usai mimpi panjang kita, setiap hela nafas bermakna, beribu kata mungkin tak cukup mewakilinya...
Pun aku telah belajar memahami kenyataan bahwa tak selamanya kenangan yang berkelindan di pusaran adukan kopi, tak semuanya tentang harapan di uap tipis yang hilang tanpa jejak, ada misteri disana, sebuah rasa tak bernama yang terkadang pahit kadang manis, biarkan saja ia ada, biar waktu yang memberinya warna.
Pun akupun belajar, bagaimana kamu memaknai setiap sesapan dan tegukan, menikmati setiap makna dalam putaran dan pusaran, dari secangkir kopi yang tercermin dimatamu.
Antara asik menikmati diam dan heningmu atau memetik makna dari setiap kata-katamu, aku semakin paham, betapa kopi membiarkan kamu bertanya berbagai macam gundah dan khawatir sesulit apapun itu, pun kadang pertanyaan-pertanyaan yang tak butuh jawaban.
Aku berkesempatan mendengarkan bisikan-bisikan, lalu aku eja, kurangkai dalam kata-kataku sendiri agar dapat aku pahami, walau kadang salah paham juga hadir tanpa diundang.
Aku, Kamu dan kopi, trinitas subyek tanpa obyek, 3 aku yang saling berbalas senyum lalu meracau dengan bahasanya masing-masing, kadang mendominasi, kadang mengeliminasi... lalu rindu, saling merawat dan asih.
Dalam diriku ada kamu dan kopi, namun dalam kopi belum tentu ada kamu dan aku, yang ada hanya kenangan dan harapan yang kita titipkan pada misterinya yang tak bernama, atau mungkin tak ada apa-apa, hanya saja aku tidak ingin sendiri, karenanya aku menghadirkan kamu pada kopiku. Ah tidak, kopi inilah yang mengundang kita hadir, menjadi penonton atau sutrada atau hanya figuran yang terlalu percaya diri?.
Antara aku dan kamu, ada kopi yang sudah terlanjur dingin, mari kita hangatkan kembali, dengan kenangan dan harapan, atau dengan apapun itu sebelum kita melanjutkan kembali mengisi kesepian masing-masing dengan aroma dan warna agar memiliki nyawa dan rasa.
_________________
Sebuah solilokui setelah membaca kopi yang tersisa di blog ini. (tekatekimalam.wordpress.com)