Pacaran???

Cari tahu kusutnya nasab anak dari pernikahan beda ayah. Pahami implikasi hukum, perwalian, dan warisan. Baca cerita ringan tentang pacaran yang fatal
Pacaran

CBL sore itu rame kayak lagi ada hajatan. Maklum, udah masuk musim kemarau, jadi air sungai surut, warga pada asyik nongkrong di pinggir sasak sambil ngobrol ngalor-ngidul. Di tengah kerumunan, duduk melingkar di atas tikar pandan yang udah lusuh, ada beberapa pemuda yang lagi asyik ngebully. Ki Somad, dengan rambutnya yang sudah memutih dan sorot mata teduh, jadi sentral obrolan.

Di sampingnya ada Aman, guru ngaji di madrasah, yang logat Betawinya kental banget. Ada juga Umam, pelatih silat yang gerak-geriknya selalu waspada. Coki, si pegawai kecamatan yang kemejanya selalu rapi. Lalu Fufu, pemuda santai yang kerjaannya cuma nyeruput kopi. Nggak ketinggalan Bisot, blogger yang sok idealis, dan Andi, anak band yang badannya stereg.

Pacaran

"Ki," mulai Aman sambil ngelap keringat di jidat, "tadi di madrasah ada yang nanya soal pacaran. Ini nih, problem anak muda sekarang. Katanya, kalau udah yakin, kenapa nggak nikah aja?"

Ki Somad nyengir. "Pacaran itu kayak beli kucing dalam karung, Man. Kata orang sih, buat kenalan. Tapi seringnya malah jadi ajang coba-coba, ngabisin duit, sama ujung-ujungnya bikin masalah."

"Tapi Ki," sela Coki, "sebagian orang bilang pacaran itu penting buat tahu karakter. Kan nggak mau juga udah nikah, ternyata tabiatnya beda."

"Nah, itu dia Cok," timpal Umam. "Makanya, harus kenal dulu. Tapi kenalnya jangan kebablasan. Kalo udah kenal, ya cepet-cepet dihalalin. Kalo enggak, nanti malah jadi kayak kasus yang lagi rame di kantor kecamatan gue."

"Kasus apaan, Mam?" tanya Fufu, matanya yang tadi merem melek langsung terbuka.

"Itu loh, ada yang nikah. Pas nikah, si cewek udah hamil 4 bulan. Bukan sama suaminya, tapi sama cowok lain. Dulu sih katanya mereka pacaran parah banget, terus putus. Eh, si cewek dinikahin sama cowok lain buat nutupin aib. Sekarang, si anak udah gede, baru ketahuan kalau nasabnya nggak nyambung ke bapaknya," jelas Umam.

Nikah

Seketika suasana jadi hening. Bisot yang dari tadi cuma nyimak, sekarang ikutan nimbrung. "Walah, itu sih namanya benang kusut, Mam. Gini ya, dari sudut pandang hukum, kan nikahnya sah. Ada buku nikah. Berarti secara negara, anak itu sah. Otomatis, hak perwalian sama warisan juga ikut ke bapaknya, dong?"

Andi langsung protes. "Lah, nggak bisa gitu dong, Sot! Secara akal sehat aja, kalau bapaknya bukan yang bikin, ya nggak ada ikatan batin. Masa iya cuma gara-gara kertas nikah, semua jadi sah? Gimana kalau nanti pas si anak perempuan mau nikah? Siapa yang jadi wali?"

"Ya bapaknya lah, Ndi! Kan tercatat di akta lahir dan buku nikah," Bisot kekeuh. "Secara hukum, itu anak sah. Pasal 99 Kompilasi Hukum Islam (KHI) juga bilang, 'anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau akibat perkawinan yang sah'."

Aman yang guru ngaji jadi ikut panas. "Sot, Ndi, dengerin baik-baik. Kalau cuma ngandelin KHI, itu mah cuma secuil dari hukum. Di Islam, soal nasab itu krusial. Fiqih bilang, anak yang lahir dari ibu yang hamil di luar nikah, nasabnya cuma ke ibunya. Ini ada ketentuan yang namanya 6 bulan. Kalau sisa masa kehamilan kurang dari 6 bulan sejak pernikahan, anak itu gak bernasab ke bapaknya. Ini nih yang bikin bingung. Secara negara sah, tapi secara agama nggak nyambung nasabnya. Terus, siapa yang mau disalahin?"

"Yang disalahin ya orang tuanya lah!" seru Coki. "Kenapa nggak jujur? Kan bisa aja nikahnya sama cowok yang menghamili. Kalo gitu kan beres. KHI juga bilang, wanita hamil di luar nikah bisa dikawinkan dengan pria yang menghamilinya."

"Masalahnya, nggak semua cowok mau bertanggung jawab, Cok. Dulu pacaran bilang cinta, pas udah begini, kabur juga," tukas Fufu, entah kenapa jadi serius.

"Ini nih, poin pentingnya," kata Ki Somad, menghela napas. "Pernikahan itu bukan cuma soal ngesahin hubungan, tapi juga ngurusin masalah keturunan. Ini bukan cuma urusan orang per orang. Ini soal masa depan anak. Kalau dari awal udah dibohongin, si anak mau sampai kapan hidup dalam kebohongan? Perwalian nikah, warisan, itu semua jadi benang kusut."

Soal Nasab

"Nah, gue setuju sama Ki Somad," kata Andi. "Bayangin aja, lo punya adik perempuan yang nasabnya nggak nyambung sama bapak lo. Terus lo sebagai kakak, harusnya jadi wali. Tapi secara hukum agama, lo nggak ada hubungan nasab. Gimana tuh? Ribet kan?"

"Nah, itu dia, Ndi," timpal Bisot. "Gue setuju sama lo. Ini masalahnya ada di ranah hukum sama agama. Hukum negara bilang sah, agama bilang nggak. Jadi harusnya kita cari jalan tengah. Maksud gue, harusnya KUA lebih teliti lagi. Jangan cuma lihat berkas. Kalau ada indikasi hamil, ya tanyain terus terang. Siapa yang menghamili? Jangan cuma asal nikahin biar aib ketutup."

"Bagus, Sot. Otak lo jalan juga akhirnya," celetuk Aman, disambut tawa yang lain.

"Ya namanya juga blogger, Man. Kudu idealis!" balas Bisot, sambil nyengir.

"Jadi intinya, masalah ini nggak bisa diselesaikan sendirian," kata Ki Somad. "Harus ada peran dari KUA, penghulu, penyuluh agama, dan juga masyarakat. Jangan cuma nutup aib, tapi malah menciptakan masalah baru yang jauh lebih besar. Kejujuran itu penting. Kalau ada yang mau nikah tapi udah hamil duluan, ya harus jujur sama KUA. Biar KUA bisa kasih solusi yang terbaik. Jangan sampai anak yang nggak tahu apa-apa jadi korban."

"Nah, ini nih yang gue suka dari Ki Somad. Selalu bijak," kata Fufu.

"Jadi, kalau kalian lagi pacaran, pikir baik-baik. Jangan sampai gara-gara pacaran kebablasan, akhirnya bikin masalah yang nggak cuma buat kalian, tapi juga buat keturunan kalian," tutup Ki Somad. "Kalian anak muda, harusnya lebih pintar dari zaman Ki Somad dulu. Jangan kayak yang dibilang Umam tadi, udah tahu ada benang kusut, eh malah nambahin simpulnya lagi. Mending diurai dari sekarang."

"Iya Ki, bener juga. Jadi, mulai sekarang gue nggak mau pacaran lagi. Langsung ta'aruf aja," kata Fufu.

"Halah, Fuf. Kaya laku aja lo," ejek Andi.

Semua orang tertawa. Namun di balik tawa itu, mereka menyadari satu hal. Masalah sederhana seperti pacaran bisa berujung pada keruwetan hukum yang rumit. Dan hanya dengan kejujuran, masalah itu bisa diurai.



Posting Komentar

No Spam, Please.