aku ingin mencintaimu dengan sederhana
dengan kata yang tak sempat diucapkan kayu
kepada api yang menjadikannya abu
aku ingin mencintaimu dengan sederhana
dengan isyarat yang tak sempat disampaikan awan
kepada hujan yang menjadikannya tiada
(Sapardi Djoko Damono)
Catatan:
- penggunaan huruf kecil pada awal kalimat dan huruf kapital pada judul adalah sebagaimana puisi/sajak ini tertulis pada saat saya baca;
- puisi/sajak di atas adalah sebuah puisi/sajak yang saya dapat dari sebuah undangan perkawinan.
----------------------
Kesederhanaan pilihan kata, susunan rima dan nada, pengulangan kalimat yang biasa saja, membuat saya sempat mengabaikan puisi ini kala pertama saya baca.
Saya tersenyum girang mendapati puisi langka ini. Saya tertarik dengan kesederhanaan yang kompak. Dengan kata-kata yang dapat dipahami tanpa perlu membuka Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).
Sebagai apresiasi kepada puisi ini, saya ingin mengungkapkan apa yang dapat saya pahami secara pribadi mengenai puisi ini.
Walaupun puisi ini menggunakan bahasa orang pertama universal (aku) namun tokoh "aku" menjadi sangat umum karena tidak menggunakan embel-embel gender, sehingga puisi ini dapat dibaca baik oleh perempuan ataupun laki-laki.
"aku ingin mencintaimu dengan sederhana"
Kalimat pembuka ini benar-benar menggoda saya untuk membayangkannya.
Sederhana di sini saya definisikan sebagai sebuah spontanitas, kejujuran motif,
Dari sudut pandang laki-laki ataupun perempuan, cinta memang dapat di-analogi-kan seperti api yang dapat membakar diri orang yang sedang mengalaminya, ... bagai kayu yang terbakar menjadi arang ataupun abu. Kata abu di sini tidak mengisyaratkan sebuah konotasi negatif maupun positif, hal itu diserahkan kepada pembaca untuk memaknai kata-kata ini. Yang pasti menjadi abu adalah sebuah akibat yang musti. Sama halnya dengan bait kedua dari puisi.
Dalam puisi ini, cinta digambarkan sebagai sebuah proses dengan lengkap, baik sebagai proses (perubahan) kimia, yang menciptakan sebuah material baru tanpa bisa kembali menjadi material awal (kayu menjadi abu) dan proses (perubahan) fisika yang dapat berulang kembali (awan menjadi hilang karena hujan).
Misteri kalimat "... dengan kata yang tak sempat diucapkan ..." dan "... dengan isyarat yang tak sempat disampaikan ..." sebenarnya terjawab secara tersirat dalam makna kalimat "kepada ... yang menjadikannya ...". Terjawab dengan sebuah hubungan kausalitas (sebab - akibat). Cinta yang sederhana itu mewujud dan mngejawantah menjadi faktor penyebab, menjadi agen aktif, sebuah "conditio sin qua non" yang mau tidak mau wajib hadir di sana.
Memahami kedudukan "cinta" yang seperti itu, bisakah kita melihat bahwa cinta adalah pihak ketiga di antara tokoh aku dan kamu? atau rekan-rekan sependapat dengan saya bahwa justru "cinta"-lah cinta menjadi subyek, dan tokoh aku-kamu adalah obyek atau dengan kata lain "cinta" adalah tokoh utama dalam puisi ini?
Tentang penulis puisi:
Tokoh Indonesia.com
Wikipedia Indonesia
Untuk menikmati karya-karya beliau silahkan search di google.
-----------------
a little Note for my self.
Begitu berharga undangan pernikahan ini.Saya kadang miris menerima undangan-undangan yang mencantumkan ayat-ayat suci Al-Quran (biasanya salah satu surat Ar-R�m). Saya bertanya dalam hati, jika undangan itu sudah kadaluarsa dan di buang ke tempat sampah, siapakah yang akan menanggung fitnahnya? sang pemesan undangan, pencetak, atau sipenerima undangan yang membuang undangan itu?.
Jawabnya ada dalam hati kita masing-masing.
Saya rasa betapa lebih mudah mencegah hal ini, hentikan memesan undangan-undangan dengan mencantumkan ayat-ayat suci, kecuali kita yakin undangan itu dapat menjadi sebuah kenang-kenangan atau hiasan yang layak di simpan sepanjang masa.
Met beraktifitas.
Miss U all.
Salam
Btw karena anda sudah di sini, silahkan nikmati beberapa puisi/sajak beliau
Puisi/sajak berikut saya copy paste dari
http://basoryahmad.multiply.com/journal/item/14
BERJALAN KE BARAT WAKTU PAGI HARI
waktu berjalan ke barat di waktu pagi hari matahari mengikutiku di belakang
aku berjalan mengikuti bayang-bayangku sendiri yang memanjang di depan
aku dan matahari tidak bertengkar tentang siapa di antara kami yang telah menciptakan bayang-bayang
aku dan bayang-bayang tidak bertengkar tentang siapa di antara kami yang harus berjalan di depan
KAMI BERTIGA
dalam kamar ini kami bertiga:
aku, pisau dan kata --
kalian tahu, pisau barulah pisau kalau ada darah di matanya
tak peduli darahku atau darah kata
MATA PISAU
mata pisau itu tak berkejap menatapmu
kau yang baru saja mengasahnya
berfikir: ia tajam untuk mengiris apel
yang tersedia di atas meja
sehabis makan malam;
ia berkilat ketika terbayang olehnya urat lehermu
TENTANG MATAHARI
Matahari yang di atas kepalamu itu
adalah balonan gas yang terlepas dari tanganmu
waktu kau kecil, adalah bola lampu
yang di atas meja ketika kau menjawab surat-surat
yang teratur kau terima dari sebuah Alamat,
adalah jam weker yang berdering
sedang kau bersetubuh, adalah gambar bulan
yang dituding anak kecil itu sambil berkata:
"Ini matahari! Ini matahari!"
Matahari itu? Ia memang di atas sana
supaya selamanya kau menghela
bayang-bayanganmu itu.