Sedikit Catatan Soal Besaran Sanksi Denda Pabean

Denda harus jadi alat yang efektif efisien. Karena denda bisa memberatkan yang kena, penerapannya harus transparan dalam menentukan besaran dendanya.
Sedikit Catatan Soal Besaran Sanksi Denda Pabean
 Foto: fajarsumbar.com 

Siapa nih yang suka belanja online dari luar negeri? Ngaku deh, pasti banyak yang suka hunting barang-barang lucu dan unik di marketplace internasional. Tapi, tahukah kamu kalau ada aturan kepabeanan yang harus dipatuhi saat kamu berbelanja online dari luar negeri?

Yap, salah satunya adalah tentang denda pabean. Denda ini bisa dikenakan kalau kamu tidak memenuhi kewajiban terkait deklarasi barang, pengitungan Bea Masuk (BM) dan Pajak Dalam Negeri atas Barang Impor (PDRI).

Kalau sampai ada yang melanggar aturan kepabeanan, salah satu penyelesaiannya adalah dengan pengenaan sanksi dengan denda seperti diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan nomor 96 Tahun 2023 tentang Ketentuan Kepabeaan Cukai Dan Pajak Atas Impor Dan Ekspor Barang Kiriman.

Nah, di Undang-Undang Kepabeanan, yang termasuk hukum pajak, ada beberapa aturan yang udah disesuaikan dengan praktik kepabeanan internasional. Aturan-aturan ini berdasarkan perjanjian dan konvensi internasional di bidang kepabeanan dan perdagangan. Salah satunya terhadap pelanggaran yang bukan pidana bisa diselesaikan dengan sanksi administrasi atau denda.

Pada dasarnya, Undang-Undang Kepabeanan itu percaya sama para importir untuk menghitung dan menyetor sendiri pajak impornya (Self-Assessment). Sistem ini kasih kepercayaan besar kepada para pengguna jasa kepabeanan. Tapi, kepercayaan itu harus diimbangi dengan tanggung jawab, kejujuran, dan kepatuhan terhadap aturan yang berlaku.
Kepercayaan harus diimbangi dengan tanggung jawab, kejujuran, dan kepatuhan terhadap aturan
Kalau ada pengguna jasa kepabeanan yang melanggar aturan saat memenuhi kewajibannya, Undang-Undang Kepabeanan mengatur denda untuk mereka. Denda ini bertujuan untuk mengembalikan hak negara dan memastikan aturan-aturan yang ada dipatuhi.

Denda ini harus jadi alat yang efektif dan efisien untuk mengumpulkan pajak. Karena denda itu bisa memberatkan yang kena, penerapannya harus transparan supaya nggak ada ketidakpastian dalam menentukan besaran dendanya.

Besaran denda yang dijatuhkan itu disesuaikan azas kesebandingan (propssionaliteit beginsel) dilihat dari seberapa besar pelanggarannya dan seberapa sering pelanggarannya dilakukan. Semakin besar kerugian negaranya, semakin besar dendanya. Semakin sering pelanggarannya, semakin besar juga dendanya.

10 Jenjang Besaran Denda Pabean 

Ada 10 Jenjang besaran denda pabean menurut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 39 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2008 tentang Pengenaan Sanksi Administrasi Berupa Denda di Bidang Kepabeanan. 

Kalau lowong baca langsung aja isi peraturan tersebut, saya cuma mencatat Pasal 6 dari PP Nomor 39 Tahun 2019, yang menegaskan:

Besarnya denda yang dinyatakan dalam persentase tertentu minimum sampai dengan maksimum dari kekurangan pembayaran bea masuk atau bea keluar ditetapkan secara berjenjang berdasarkan perbandingan antara total kekurangan pembayaran bea masuk atau bea keluar yang terkena denda dengan total pembayaran bea masuk atau bea keluar yang telah dibayar dari seluruh barang impor atau barang ekspor yang dikenai denda dalam satu pemberitahuan pabean, dengan ketentuan apabila total kekurangan pembayaran bea masuk atau bea keluar yang terkena denda:
  1. sampai dengan 50% (lima puluh persen) dari total bea masuk atau bea keluar yang telah dibayar yang dikenai denda, dikenai denda sebesar 100% (seratus persen) dari total kekurangan pembayaran bea masuk atau bea keluar yang terkena denda;
  2. di atas 50% (lima puluh persen) sampai dengan 100% (seratus persen) dari total bea masuk atau bea keluar yang telah dibayar yang dikenai denda, dikenai denda sebesar 125% (seratus dua puluh lima persen) dari total kekurangan pembayaran bea masuk atau bea keluar yang terkena denda;
  3. di atas 100% (seratus persen) sampai dengan 150% (seratus lima puluh persen) dari total bea masuk atau bea keluar yang telah dibayar yang dikenai denda, dikenai denda sebesar 150% (seratus lima puluh persen) dari total kekurangan pembayaran bea masuk atau bea keluar yang terkena denda;
  4. di atas 150% (seratus lima puluh persen) sampai dengan 200% (dua ratus persen) dari total bea masuk atau bea keluar yang telah dibayar yang dikenai denda, dikenai denda sebesar 175% (seratus tujuh puluh lima persen) dari total kekurangan pembayaran bea masuk atau bea keluar yang terkena denda;
  5. di atas 200% (dua ratus persen) sampai dengan 250% (dua ratus lima puluh persen) dari total bea masuk atau bea keluar yang telah dibayar yang dikenai denda, dikenai denda sebesar 200% (dua ratus persen) dari total kekurangan pembayaran bea masuk atau bea keluar yang terkena denda;
  6. di atas 250% (dua ratus lima puluh persen) sampai dengan 300% (tiga ratus persen) dari total bea masuk atau bea keluar yang telah dibayar yang dikenai denda, dikenai denda sebesar 225% (dua ratus dua puluh lima persen) dari total kekurangan pembayaran bea masuk atau bea keluar yang terkena denda;
  7. di atas 300% (tiga ratus persen) sampai dengan 350% (tiga ratus lima puluh persen) dari total bea masuk atau bea keluar yang telah dibayar yang dikenai denda, dikenai denda sebesar 250% (dua ratus lima puluh persen) dari total kekurangan pembayaran bea masuk atau bea keluar yang terkena denda;
  8. di atas 350% (tiga ratus lima puluh persen) sampai dengan 400% (empat ratus persen) dari total bea masuk atau bea keluar yang telah dibayar yang dikenai denda, dikenai denda sebesar 300% (tiga ratus persen) dari total kekurangan pembayaran bea masuk atau bea keluar yang terkena denda;
  9. di atas 400% (empat ratus persen) sampai dengan 450% (empat ratus lima puluh persen) dari total bea masuk atau bea keluar yang telah dibayar yang dikenai denda, dikenai denda sebesar 600% (enam ratus persen) dari total kekurangan pembayaran bea masuk atau bea keluar yang terkena denda, atau
  10. di atas 450% (empat ratus lima puluh persen) dari total bea masuk atau bea keluar yang telah dibayar yang dikenai denda, dikenai denda sebesar 1000% (seribu persen) dari total kekurangan pembayaran bea masuk atau bea keluar yang terkena denda.
Sedikit Catatan Soal Besaran Sanksi Denda Pabean


Siapa yang Harus Membayar Denda?

Singkatnya, yang harus bayar Bea Masuk dan PDRI, termasuk dendanya, ya importir atau penerima barang.

Tapi, ada beberapa pengecualian:
  • Kalau barang kirimanmu diurus oleh penyelenggara pos: Penyelenggara pos yang bertindak sebagai Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan (PPJK) yang akan menyelesaikan kepabeanan dan membayar Bea Masuk dan PDRI atas namamu.
  • Kalau barang kirimanmu melalui Penyelenggara Perdagangan melalui Sistem Elektronik (PPMSE): PPMSE yang bertindak sebagai importir dan bertanggung jawab atas pembayaran Bea Masuk dan PDRI, termasuk dendanya.
  • Kalau importirnya nggak ketemu: Perusahaan Jasa Titipan (PJT) yang bertindak sebagai PPJK yang akan bertanggung jawab membayar Bea Masuk dan PDRI, termasuk dendanya.
  • Jadi, pastikan kamu tahu siapa yang ngurus barang kirimanmu ya, biar nggak salah paham soal siapa yang harus bayar Bea Masuk PDRI dan denda.

Tips Menghindari Denda Bea Masuk dan PDRI

Berikut tips untuk menghindari denda:
  • Cermat: Pastikan penjual mengisi data barang kiriman dengan benar, terutama nilai, jenis, dan jumlah barang.
  • Proaktif: Rajin-rajin cek posisi barang kiriman setelah sampai di Indonesia.
  • Recheck: Sebelum dokumen barang kiriman (consignment note/CN) dikirim ke Bea Cukai, pastikan data nilai, jenis, dan jumlah barang sudah benar.
Ingat, tagihan negara itu tanggung jawab importir/penerima barang. Jika importir tidak ditemukan, Perusahaan Jasa Titipan (PJT) yang bertindak sebagai pengurus yang akan bertanggung jawab.

Ada bahan bacaan bagus kalau mau tahu lebih jauh, mengenai impor dan ekspor barang kiriman: Klik di Sini

Selain ditetapkan berdasarkan perbandingan antara total kekurangan pembayaran bea masuk yang terkena denda, dalam Pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2008 tentang Pengenaan Sanksi Administrasi Berupa Denda di Bidang Kepabeanan sebagaimana diatur lebih lanjut dalam Pasal 4 Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 99/PMK.04/2019 ada 5 jenjang, yaitu:

Besarnya denda yang dinyatakan dalam nilai rupiah minimum sampai dengan maksimum, ditetapkan secara berjenjang dengan ketentuan apabila dalam 6 (enam) bulan terakhir terjadi:
  1. 1 (satu) kali pelanggaran, dikenakan denda sebesar 1 (satu) kali denda minimum;
  2. 2 (dua) kali pelanggaran, dikenakan denda sebesar 2 (dua) kali denda minimum;
  3. 3 (tiga) sampai dengan 4 (empat) kali pelanggaran, dikenakan denda sebesar 5 (lima) kali denda minimum;
  4. 5 (lima) sampai 6 (enam) kali pelanggaran, dikenakan denda sebesar 7 (tujuh) kali denda minimum; dan
  5. lebih dari 6 (enam) kali pelanggaran, dikenakan denda sebesar 1 (satu) kali denda maksimum.
Besaran minimum sampai dengan maksimum bervariasi tergantung pasal yang dilanggar, besarannya dapat dilihat langsung dalam Undang-undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan. Mengenai cara perhitungannya ada dalam lampiran PMK: 99/PMK.04/2019.

Namun demikian, saya berandai-andai dalam hal kiriman paket / barang oleh pribadi yang tidak terindikasi sengaja melakukan pelanggaran kiranya supervisor atau atasan petugas garis depan di lapangan dapat mengambil kebijakan humanis jika diyakini pelanggaran tersebut tidak disengaja, mungkin pendekatan edukasi publik bisa lebih dikedepankan daripada pendekatan peraturan dengan segala sanksinya. Tapi kebijakan ini tentunya harus didukung dengan dokumentasi yang baik sehingga petugas dapat mempertanggungjawabkan keputusannya jika diperiksa oleh tim Kepatuhan Internal atau dimintai konfirmasi oleh BPK. Ya, maaf kalo salah, namanya juga berandai-andai. :) 

Salam.

-------------
Artikel digenerate menggunakan Gemini AI, jika ada kesalahan mohon maaf dan tolong diberitahukan kepada kami.

Posting Komentar

No Spam, Please.