Sedikit tentang Komodifikasi | #NulisRandom 15

Komodifikasi dapat dikatakan gejala kapitalisme untuk memperluas pasar, meningkatkan keuntungan sebesar-besarnya dilakukan dengan membuat produk atau jasa yang disukai oleh konsumen. Barang dikemas dan dibentuk sedemikian rupa sehingga disukai oleh konsumen. Sedangkan ciri dari komodifikasi itu sendiri adalah adanya perubahan format yang menyesuaikan dengan keinginan konsumen. Konsumen atau khalayak menjadi tujuan utama, dengan menjangkau khalayak diharapkan bisa mendatangkan keuntungan. Disini sepertinya kita sudah mulai sulit membedakan antara komodifikasi dengan komersialisasi. Bedanya tipis, komodifikasi merujuk pada semua nilai tukar sedangkan komersialisasi lebih merujuk pada nilai tukar ekonomi.
 Sedikit tentang Komodifikasi Media Komersialisasi berita
Komodifikasi adalah transformasi barang, jasa, gagasan dan orang dalam komoditas, atau barang dagang. Menurut Arjun Appadurai, komoditas pada bagian paling dasarnya adalah "hal apapun yang dapat ditukar," atau barang apapun yang memiliki nilai ekonomi.

Komoditas dan komodifikasi adalah dua hal yang memiliki hubungan obyek dan proses, dan menjadi salah satu indikator kapitalisme global yang kini tengah terjadi. Komodifikasi merupakan bentuk transformasi dari hubungan, yang awalnya terbebas dari hal-hal yang sifatnya diperdagangkan, menjadi hubungan yang sifatnya komersil.

Dalam proses komodifikasi ini, sesuatu diproduksi bukan terutama atas dasar nilai guna, tetapi lebih pada nilai tukar. Artinya sesuatu di produksi bukan semata-mata memiliki kegunaan bagi khalayak, tetapi lebih karena sesuatu itu bisa dipertukarakan di pasar (tingginya rating, oplah, views). Dengan demikian orientasi produksi bukan untuk memenuhi kebutuhan objektif masyarakat tetapi lebih mendorong akumulasi modal (keuntungan finansial).

Komodifikasi dapat dikatakan gejala kapitalisme untuk memperluas pasar, meningkatkan keuntungan sebesar-besarnya dilakukan dengan membuat produk atau jasa yang disukai oleh konsumen. Barang dikemas dan dibentuk sedemikian rupa sehingga disukai oleh konsumen. Sedangkan ciri dari komodifikasi itu sendiri adalah adanya perubahan format yang menyesuaikan dengan keinginan konsumen. Konsumen atau khalayak menjadi tujuan utama, dengan menjangkau khalayak diharapkan bisa mendatangkan keuntungan.

Disini sepertinya kita sudah mulai sulit membedakan antara komodifikasi dengan komersialisasi. Bedanya tipis, komodifikasi merujuk pada semua nilai tukar sedangkan komersialisasi lebih merujuk pada nilai tukar ekonomi.

Komodifikasi Rasa Takut Di Media

Pencurian dengan kekerasan, tawuran pelajar, tawuran geng motor, ledakan bom dan lain sebagainya yang diberitakan berbagai media ini bagi saya tidak lain adalah komodifikasi rasa takut, komodifikasi rasa tidak aman yang jika terus-menerus dijejalkan pada saya akan melahirkan kebutuhan rasa aman yang lebih dominan. Kebutuhan akan rasa aman ini akan menjadi naik skalanya dari yang seharusnya di bawah urusan mencari nafkah.

Masalahnya adalah bagaimana saya memenuhi kebutuhan akan rasa aman yang sudah naik skala urgensinya ini?
Jika demand sudah tercipta maka suply hanya masalah waktu saja. Hukum pasar seperti ini akan berjalan dengan sendirinya, dari kasus di atas saya melihat adanya peluang untuk komersialisasi jasa pengamanan. Entah jasa pengamanan seperti apa bentuknya, intinya saya pasti akan berjuang untuk memenuhi kebutuhan, dalam hal ini "rasa aman".

Cara lain untu memenuhi kebutuhan rasa aman ini masih banyak pilihannya, secara kolektif individu yang merasa senasib akan membentuk sistem pertahanannya sendiri, mengenai bentuknya seperti apa saya enggan membayangkannya :)

Fakta-fakta atas kejadian kriminal itu jelas benar adanya, namun bagaimana media memberitakannya itu yang masih saya enggan percaya. Beberapa kasus yang katanya geng motor adalah tawuran pemuda, tawuran suporter, begal dll. Pastinya ada satu-dua kasus geng motor mencari korban secara random, tapi tidak bisa juga semua digeneralisir, efeknya buat saya pribadi: semua berita yang dilabeli sebagai aksi geng motor itu sebagian besar saya curigai adalah framing pengejar oplah dari media yang memberitakan. Mengenai soal komodifikasi sebuah berita sudah banyak referensinya untuk kita dapat mengkajinya lebih jauh. Masalahnya gak semua orang mau mengkaji dan membaca referensi. :) 

---

Saya terbiasa membaca banyak sumber dari sebuah berita, berita X saya baca dari media A, B, C dan D yang secara eksistensi berkompetisi satu sama lain, jangan yang dari 1 grup media, karena biasanya masih terbaca jejak copy-paste-edit-posting-nya. Belum lagi memantau opini-opini yang berkembang di media sosial soal berita X tadi.

Dengan cara sederhana begitu saja saya sudah bisa melihat media mana yang hanya mencari sensasi dengan modal copy paste dari media lain lalu di kasih judul yang heboh. Seperti soal pemberitaan istri Omar Maute yang orang Bekasi, saya sama sekali tidak melihat pentingnya berita itu jadi heboh, toh di Wikipedia sudah mencatat ini sejak Mei 2017 bersumber dari artikel tertanggal 24 Mei 2017 di web Rappler.

Dari segi marketing topik komodifikasi ini menarik, sayangnya saya terlambat tahu setelah membaca artikel tentang Jurnalisme Bencana, Bencana Jurnalisme. Banyak hal yang musti saya baca lagi, agar tidak terjebak dalam penggiringan opini dari apa yang saya baca. Baca lagi ah... :)


Bahan bacaan:
http://www.remotivi.or.id/amatan/32/Jurnalisme-Bencana:-Tugas-Suci,-Praktik-Cemar
http://myvisioner.blogspot.co.id/2015/09/komunikasi-dan-komodifikasi-budaya-dan.html




2 komentar

  1. mantap

    pengertian vegetarian
    1. :) makasih udah mampir
No Spam, Please.