menghargai apa yang belum hilang

Apakah mungkin untuk menghargai apa yang belum hilang? Mungkin kita terlalu sibuk membandingkan diri dengan orang lain sehingga kasih sayang yang khusus untuk kita, yang kita dapat pahami, yang terbaik untuk kita menjadi tidak terlihat, menjadi hal-hal yang kita keluhkan
Apakah mungkin untuk menghargai apa yang belum hilang?

Kalau saya tidak mau pusing jawabnya mudah saja, TIDAK BISA, iya tidak bisa!
Apakah kamu tahu nikmatnya berjalan kaki?
Tidak ada nikmat-nikmatnya, apalagi jika berjalan kaki saat siang hari. Seandainya saya punya motor tentu saya tidak perlu capek-capek berjalan kaki, tinggal tarik gas motor akan membawa saya ke mana saya mau, apalagi jika saya punya mobil, tinggal duduk manis menikmati dinginnya AC. Tapi coba tanyakan kepada rekan kamu yang sudah 2 bulan tertatih-tatih berjalan akibat kecelakaan entah itu motor atau mobil.

2 minggu lalu adik saya kecelakaan motor, lengan kirinya patah. Mungkin karena adik saya yang mengalami kecelakaan, yah namanya masih saudara... entah bagaimana hal itu membuat saya selama 2 hari merasa ada yang tidak beres dengan pikiran saya. 

Ya pikiran, karena saya alhamdulillah sehat walafiat, saya hanya membayangkan bagaimana nyeri dan sakitnya patah tulang akibat jatuh dari motor. 2 hari saya merasakan ada yang berbeda di uluhati: rasa marah, kasihan, takut... saat ini saya tuliskan semua karena saya tidak tahu sebenarnya rasa apa yang saat itu sedang saya rasakan.

patah tulang

Penanganan di UGD entah apa tindakan medis yang diambil yang pasti disarankan untuk rawat inap dan operasi orthopedi dengan estimasi biaya sekitar 25 jutaan. Dengan percaya bahwa pengobatan patah tulang tradisional dapat diandalkan dan berbiaya murah akhirnya adik saya pulang setelah membayar 1 juta sekian untuk penanganan awal.

Menghadapi kenyataan seperti ini saya merasa betapa mahalnya tangan yang normal-normal saja, bahwa kaki ini, tangan ini, semua anggota tubuh ini yang saya anggap sudah sewajarnya normal dan gratis tanpa perlu perawatan tiba-tiba menjadi mahal jika terjadi apa-apa, seperti patah tulang misalnya.

Apakah mungkin untuk menghargai apa yang belum hilang?

Dengan menyadari bahwa yang biasa-biasa saja, yang normal-normal saja ternyata "mahal" jika terjadi sesuatu yang membuatnya tidak normal, sepertinya dengan merawat baik-baik apa yang saat ini kita miliki itu sudah cukup menghargai sebelum pihak lain yang akan menghargainya, rumah sakit misalnya.

Ah ternyata Tuhan menyayangi saya, dengan tetap memberikan saya kesehatan, semua yang saya anggap biasa-biasa saja, normal-normal saja ternyata merupakan hal yang istimewa bagi sebagian manusia lainnya.

Gak perlu kan mengalaminya sendiri? cukuplah belajar dari pengalaman orang lain, kecuali memang Anda tipe pembelajar yang merasa wajib untuk merasakannya sendiri... yah silahkan saja.

Di sisi lain memang agak sulit menghargai apa yang belum hilang, menghargai pekerjaan yang rutin saya lakukan, yang kadang saya anggap membosankan, yang kadang saya anggap "gak keren" dst. Dilain pihak ada sahabat, saudara yang mungkin tampaknya lebih santai, lebih keren teryata masih mengeluhkan ini-itu. 

Mengeluhkan ketidakpastian, kerentanan ekonomi, sulitnya berusaha, keterbatasan modal, kurangnya skill dan ilmu, persaingan usaha yang kejam dst. Lalu saya kembali membandingkan dengan diri saya, alhamdulillah, Tuhan menyayangi saya dengan tidak memiliki keinginan yang "aneh-aneh" di luar batas kemampuan saya. Tuhan menyayangi saya dengan membuat saya berfikir sederhana, pelupa dengan segala macam masalah, memiliki teman-teman yang beragam latar belakang.... Alhamdulillah Tuhan menyayangi saya dengan cara yang mungkin bisa saya pahami.

Saya percaya Tuhan menyayangi Anda dengan cara-Nya yang berbeda bagi setiap orang, mengapa untuk bahagia kita membandingkan diri dengan orang lain yang tentu saja Tuhan menyayanginya dengan cara lain. Ada yang dengan kelebihan harta, kelancaran usaha dlsb.

Mungkin kita terlalu sibuk membandingkan diri dengan orang lain sehingga kasih sayang yang khusus untuk kita, yang kita dapat pahami, yang terbaik untuk kita menjadi tidak terlihat, menjadi hal-hal yang kita keluhkan.... janganlah yang sudah ada pada kita itu hilang, barulah kita tahu harganya, barulah kita tahu bagaimana menghargainya.... sayangnya... ia sudah hilang.


Salam :)

9 komentar

  1. Biasa seperti itu. Ketika hilang baru kita menyadari nikmat keberadaannya. Bagus yang seperti kita' lakukan, menyadarinya sebelum hilang. Mudah2an adik ta' sudah baikan sekarang
    1. Amiin, terima kasih kak :)
  2. Terima kasih pencerahannya om bisot :)

    Kenapa saya suka berjalan kaki, karena saya bisa menikmati dan berterima kasih dengan pemandangan yang saya lihat. Menyentuh pohon, menghirup udara melihat kadal yang kebetulan lewat.
    Tapi itu masih di luar diri saya. Sekarang saya sepertinya harus berbicara banyak dengan organ organ tubuh saya, berterima kasih dan menjaga agar mereka tidak ngambek ^^
    1. Terimakasih juga mam, nah itu baru namanya menghargai apa yang belum hilang :)
  3. ah sentimentil juga ternyata hahahaha..
    1. Sentimeter kali kak? Hihihi
  4. Semoga adik abang cepat sembuh dan lenganya bisa kembali seperti semula, Amin
    1. Siap mas, terima kasih :)
    2. Amiiin , terima kasih :)
No Spam, Please.