Bukan Cebong dan Kampret, Kita Garuda Pancasila

Lambang Garuda Pancasila sejatinya memang tergali dari nilai-nilai peri kehidupan Bangsa Indonesia. Walau saat Orde Baru Pancasila pernah disalahgunakan untuk mengontrol hingga ke ruang pikir, namun di era pasca reformasi di mana kebebasan berekspresi telah mendapatkan tempat yang lebih layak, maka mengenal Garuda Pancasila dengan segala aspeknya kembali menjadi penting
Membumikan Pancasila, Merawat Keberagaman di Kalangan Milenial dan Penggiat Media Sosial
Membumikan Pancasila, Merawat Keberagaman di Kalangan Milenial dan Penggiat Media Sosial 

"Nanang" ucap lelaki paruh baya itu saat menyambut jabat tangan saya. Selanjutnya Bang Iwan Bonick (yang lebih dahulu berada di sana) memperkenalkan saya lebih jauh kepada Pak Nanang agar kehadiran saya tidak mengubah suasana yang sudah terbangun sebelumnya.

Saya yang baru kenal dan baru ikut bergabung dalam "majelis asap" di Smoking Room Lobby Aston Imperial Bekasi Hotel & Conference Center akhirnya hanya pasif mendengarkan perbincangan. 

Untuk menjalin keakraban, saya sebenarnya ingin nyeletuk saat Pak Nanang bercerita tentang pengalaman beliau di rumah pengasingan Bung Karno di Ende, NTT

Tapi pengalaman yang Pak Nanang sedang ceritakan ini frekuensinya mendekati sakral, tidak layak saya potong dengan celetukan garing "saya juga pernah ke sana loh pak". Gak nyambung dan gak penting.

Belakangan saya baru tahu, lelaki paruh baya tersebut bernama lengkap Nanang Rakhmad Hidayat, M. Sn. Beliau adalah dosen Jurusan Televisi, Fakultas Seni Media Rekam di Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta yang juga merupakan mitra kerja Pusat Studi Pancasila UGM.
  
Pak Nanang ini adalah seniman yang mendirikan "Museum Rumah Garuda" di Yogyakarta, sehingga dikenal dengan nama lain "Nanang Garuda", sedangkan Iwan Bonick adalah penyair unik yang mendirikan "Rumah Garuda" di Bekasi. Setidaknya itulah yang membuat obrolan mereka menjadi begitu akrab, hampir saja saya mempermalukan Bang Iwan Bonick dengan celetukan garing :)  

Pak Nanang yang menulis buku "Mencari Telur Garuda" ini datang ke Bekasi untuk memenuhi undangan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) sebagai salah satu pembicara dalam acara "Sosialisasi Pancasila Dengan Milenial/Blogger". Acara yang dilaksanakan pada hari Sabtu, 31 Agustus 2019 ini bertemakan "Membumikan Pancasila, Merawat Keberagaman di Kalangan Milenial dan Penggiat Media Sosial". 
Sang Kartini Kembar guru pendiri Sekolah Darurat Kartini di kolong jalan tol Jakarta Sri Rossyati (Rossi) dan Sri Irianingsih (Rian)
Sang Kartini Kembar pendiri Sekolah Darurat Kartini Jakarta Sri Rossyati dan Sri Irianingsih 
Hadir sebagai narasumber lainnya adalah Bapak Aris Heru Utomo selaku Direktur Sosialisasi, Komunikasi dan Jaringan BPIP, Ibu Irene Camelyn Sinaga selaku Direktur Pembudayaan BPIP serta Sang Kartini Kembar, duo guru pendiri Sekolah Darurat Kartini di kolong jalan tol Jakarta Utara, yaitu Ibu Sri Rossyati (Ibu Rossi) dan Ibu Sri Irianingsih (Ibu Rian). Hadir pula Mbak Mira Sahid selaku tokoh blogger dari Bekasi yang bertindak sebagai MC dan moderator.

Dalam pemaparannya, Pak Nanang menyampaikan hasil perjalanannya mengumpulkan berbagai macam foto Garuda Pancasila yang memiliki bentuk dan ragam corak. Sebagai seniman ia mengapresiasi keragaman bentuk dan ragam hasil karya masyarakat, akan tetapi ia juga menyimpan kegelisahan mengenai inkonsistensi bentuk lambang negara ini. Namun demikian, yang lebih membuat Pak Nanang gelisah adalah "amputasi historis", karena tidak ada satupun pihak yang menceritakan tentang proses atau sejarah terbentuknya lambang Garuda Pancasila.
proses dan sejarah terbentuknya lambang Garuda Pancasila
Proses metamorfosis terbentuknya lambang Garuda Pancasila 
Sebagai seniman yang sensitif terhadap makna di balik tanda dan bentuk lambang (semiotika), saya kira kegelisahan Pak Nanang cukup beralasan. Ia tidak ingin lambang negara yang sudah dirumuskan oleh para pemikir dan pendiri bangsa ini dilupakan sejarah kelahirannya dan kehilangan makna-makna luhur yang disampaikan dalam bentuk Burung Garuda Pancasila.

Untuk menjawab kegelisahan itulah pada 17 Agustus 2011 ia mendirikan "Museum Rumah Garuda" sebagai ruang publik untuk berwisata sejarah dan edukasi khusus mengenai Garuda Pancasila. Museum yang lebih dikenal dengan sebutan Rumah Garuda ini berusaha mengenalkan akar jati diri bangsa yang telah tersimbolkan pada Garuda Pancasila, melalui pintu sejarah, filosofi, estetika, dan semiotika dengan pendekatan seni dan budaya. 

Rumah Garuda sudah banyak menghasilkan karya yang bertujuan untuk menyosialisasikan proses dan sejarah lahirnya Garuda Pancasila, baik berupa wayang, ragam bentuk permainan puzzle, film, buku, kamus dan lain sebagainya. 

Pak Nanang mengatakan, "Indonesia saat ini sedang mencekam, berhentilah men(jadi) ce(bong) kam(pret), bangkitlah menjadi Garuda"

Bagaimana caranya berhenti menjadi cebong dan kampret dan kembali menjadi garuda?. Dalam salah satu slide presentasinya Pak Nanang menampilkan kutipan dari Emha Ainun Najib, "Ayo belajar sejarah, supaya Anda tahu, Anda ini GARUDA"
Bukan Cebong dan Kampret, Kita Garuda Pancasila
Ayo belajar sejarah, supaya Anda tahu, Anda ini GARUDA
Kutipan itu hanya potongan kecil, lengkapnya kalimat itu berbunyi "Ayo belajar sejarah, supaya Anda tau kalau Anda ini garuda, Anda ini bangsa besar. Ndak apa-apa sampai akhir hayat Anda ndak berhasil, ndak pa-pa; anakmu yang berhasil, nek gak anakmu yo putumu, tapi kita bangun kembali paruh yang baru itu, kuku yang baru itu, dan tidak pernah putus asa." - Cak Nun

Pepatah lama mengatakan, "tidak kenal maka tak sayang", itulah salah satu solusi yang diupayakan Pak Nanang Garuda sekian lama, beliau secara aktif mengajak anak bangsa mengenal proses dan sejarah terbentuknya lambang Garuda Pancasila agar kembali dikenal dengan sebagaimana layaknya.

Lambang Garuda Pancasila sejatinya memang tergali dari nilai-nilai peri kehidupan Bangsa Indonesia. Walau saat Orde Baru Pancasila pernah disalahgunakan untuk mengontrol hingga ke ruang pikir, namun di era pasca reformasi di mana kebebasan berekspresi telah mendapatkan tempat yang lebih layak, maka mengenal Garuda Pancasila dengan segala aspeknya kembali menjadi penting. Tentunya itu bukan hanya tugas Pak Nanang dan BPIP saja.

Salam.

4 komentar

  1. Artikel yang bermanfaat, semoga nanti punya kesempatan ke Yogyakarta dan berkunjung ke Museum Rumah Garuda. Hihi :)
    1. Ajak dong, masih kurang nih ngobrolnya sama Pak Nanang :) abis dari sana mampir deh ke Pantai Indrayanti :)
  2. Subhanallah beliau pak nanang garuda adalah sosok contoh wujud Cinta tanah air...
    1. Mari bantu Pak Nanang Garuda dengan kebisaan kita masing-masing :)
No Spam, Please.