Mohon Bersabar Ini Ujian

"Kamu boleh membaca semua buku yang ada, kecuali buku dalam lemari itu" sambil menunjuk lemari buku kesukaan sang guru. Sang guru tahu betul semua isi rak itu hingga susunannya karena itu adalah rak buku koleksinya. Sang murid bukan murid biasa, setelah sekian waktu ia telah menamatkan semua buku yang ada kecuali buku-buku di rak khusus koleksi gurunya. Lama ia ingin membaca koleksi buku di sana, sayang keberaniannya tidak pernah bisa melampaui ketaatannya pada sang guru. "Kenapa beliau melarangku membaca buku-buku di rak itu? Apakah buku-buku itu akan membuat aku lebih pintar dari sang guru? Padahal beliau selalu mengajariku apapun, padahal beliau ingin aku bisa lebih pintar dari beliau." Segala tanya berkecamuk tanpa jawaban. Singkat cerita sang murid diam-diam membaca buku-buku di rak buku koleksi gurunya. Buku-buku berat yang memang sulit dipahami, namun murid tersebut dengan kecerdasannya mampu menyerapnya dengan menggunakan pemahaman yang ia dapat dari buku-buku yang sudah ia baca sebelumnya.
Mohon Bersabar Ini Ujian

Konon di sebuah tempat entah berantah, seorang guru memberi ujian untuk menentukan kapan muridnya itu layak dan lulus dengan metode yang unik. 

Ia memanggil sang murid ke ruangannya lalu berpesan: "Kamu boleh membaca semua buku yang ada di padepokan ini, kecuali buku dalam lemari itu," sambil menunjuk sebuah lemari yang tertutup rapat dalam ruangan itu. 

Ruangan sang guru merupakan ruangan kecil yang tidak pernah dikunjungi sang murid kecuali memenuhi panggilan sang guru, sebelumya ia tidak tahu kalau lemari itu berisi buku.

Sebenarnya tidak ada yang istimewa mengenai lemari dan buku-buku di dalamnya. Sang guru memilihnya random saja. Sang guru tahu betul isi lemari itu, bahkan hingga susunan peletakannya pun ia tahu, sebagaimana ia mengetahui seluruh isi buku yang ada di seluruh padepokan ini.

Sang murid bukan murid biasa, ia cerdas dan cendikia. Sang murid telah menamatkan hampir semua buku yang ada, tentu saja, kecuali buku-buku yang ada di lemari dalam ruang baca sang guru. 

Lama ia terombang-ambing dalam kebimbangan karena penasaran ingin membaca koleksi buku di sana. Sayang keberaniannya tidak pernah bisa melampaui ketaatannya pada sang guru.

"Kenapa beliau melarangku mendekati dan membaca buku-buku di lemari itu? 
Apakah buku-buku itu akan membuat aku lebih pintar dari sang guru? Padahal beliau selalu mengajariku apapun, padahal beliau ingin aku bisa menguasai semua ilmu beliau," segala tanya berkecamuk tanpa jawaban.

Singkat cerita, sang murid dengan bantuan informasi seorang pengurus padepokan, akhirnya secara diam-diam dapat menyelinap dan membaca buku di dalam lemari ruang baca gurunya. Buku itu ternyata biasa saja, tidak ada yang istimewa, hampir sama saja dengan buku lain yang  pernah ia baca sebelumnya. 

"Kenapa guru melarangku membaca buku-buku ini?, gak ada yang istimewa dengan buku ini. Rasanya hampir sama saja dengan buku-buku lain yang tidak terlarang. Apakah maksud semua ini?" renung sang murid.

Menyadari ia telah melanggar larangan gurunya, ia mulai dihinggapi rasa malu karena telah mencampakkan kepercayaan guru yang sangat ia hormati.


Sang guru sesungguhnya sudah tahu sejak pertama sang murid mendekati dan membuka lemari yang ia jadikan larangan itu, bahkan sang murid bukan saja melanggar larangan mendekati, justru malah membaca buku di dalamnya, namun beliau membiarkan sampai sang murid melakukan semua itu. 

Di lain pihak, tanpa sepengetahuan sang murid, sang guru juga membiarkan salah satu pengurus padepokan untuk memberikan informasi-informasi salah yang mempengaruhi sang murid agar atas kemauannya sendiri mendekati dan membaca buku dalam lemari terlarang itu, akhirnya sang murid merasa yakin dan akhirnya melanggar aturan yang sang guru tetapkan.

Saat sang murid belum lagi selesai membaca seluruh isi buku itu, sang guru dengan gembira memutuskan, telah tiba waktunya sang murid menerapkan semua ilmu yang ia pelajari, ia telah lulus dalam belajar, ia telah memiliki keberanian menggunakan logika dan kecerdasannya untuk mengambil risiko, kini ia harus menjalani ujian terapan dari segala pengetahuannya. Sudah waktunya sang guru melepas kepergian sang murid untuk menjalani ujian yang nyata.

"Apa yang sudah kamu pelajari dari buku dalam lemari terlarang itu?" Tanya sang guru.
"Aku tidak berani membacanya guru," jawab sang murid salah tingkah.
"Itulah, sekali kamu melanggar aturan, maka kamu akan menciptakan pelanggaran lain untuk membenarkan pelanggaran sebelumnya," jawab sang guru bijak.

"Jika kamu mau, kamu dapat meminta izin dariku untuk membacanya, tapi kamu lebih percaya dengan hasutan dan buah pikiranmu sendiri," lanjut sang guru.

"Maaf guru, aku lupa dan khilaf," jawab sang murid menyesali dirinya.

"Tidak ada yang istimewa dengan lemari dan buku itu, aku hanya ingin mengujimu. Aku tahu semua dan apa yang kamu lakukan itupun sudah aku perkirakan sebelumnya. Kini pergilah, terapkan semua ilmu yang telah kamu pelajari, semua sudah aku ajarkan," perintah sang guru.

Dengan gundah gulana karena telah melanggar aturan gurunya, sang murid bersiap untuk pergi membawa rasa malu dan rasa bersalah. Namun sang guru dengan bijak memahami permohonan maaf dan penyesalan muridnya. 

Sang guru memeluk sang murid yang terhina dalam penyesalannya sendiri. Sang guru mengukuhkannya, karena semua itu sudah direncanakan semuanya dalam skenario yang ia atur, dan sang murid memang sudah dipersiapkan untuk mengalami semua skenario ini.

"Kamu sudah dimaafkan sebelum kamu melakukan kesalahan, semua itu hanya ujian untuk kamu, sekarang teguhkan hati dalam ujian yang satu ini, ilmu yang kamu miliki sudah sangat cukup, bersabar lah, apa yang terjadi jadikan pengalaman".

Sang guru kemudian pergi meninggalkan muridnya menghadapi ujian yang sudah dipersiapkan baginya. Kini sang murid harus bisa menghadapi ujian ini sendirian. Namun sang murid yakin, dengan selalu mengikuti petunjuk-petunjuk dari gurunya, maka tidak akan ada rasa takut dan kesedihan yang bisa membebaninya.

Segera ia sibuk menerapkan segala pengetahuannya dalam menghadapi ujian baru dari gurunya. Ia tahu, gurunya selalu mengawasi perkembangannya hingga kelak ia bertemu lagi dan menuntaskan kerinduan pada guru yang sudah ia anggap sebagai orang tuanya itu.


4 komentar

  1. Guru, jasamu begitu besar. Tanpamu apalah diriku...
    1. Sepakat
  2. Wuihhh.. Sabar itu ujian luar biasa. Belum tentu lulus juga di akhir cerita.
    Tengkyu share tulisannya, Om
    1. :) siyappp kak Nina
No Spam, Please.