once upon @ Bandara Waioti Maumere

Bandara Waioti 15 May 2010. It was 15.50 @ Local time.

Bandara Waioti Maumere (MOF) kalau dalam kategori versi saya sih sudah cukup lumayan, cafetarianya ada, VIP Lounge (yang dikelola Dharma Wanita) ada, toilet juga ada dan lebih "terawat" daripada toilet di terminal kedatangan domestik Bandara El Tari Kupang. Airport Tax sebesar Rp. 11.000,- /pax yang terdiri dari Pelayanan Jasa Penumpang Pesawat Rp. 10.000,- tambah Pelayanan Jasa Pemakaian Check In Counter Rp. 1000,- saya rasa cukup relevan dengan fasilitas yang sudah cukup lumayan itu (analisis gaya komentator televisi).

Disamping Cafetaria ada Smoking Room, biasa deh, tempat saya bersemayam sambil menunggu panggilan melalui pengeras suara yang seadanya. Saat itu cuma ada 3 flight, 1 Batavia dan 2 Transnusa yang semuanya menuju Kupang (KOE). Transnusa ada yang menggunakan Riau Airlines (RAL) dan ATR. saya kebagian yang pake ATR (PK-TSY. ATR-300).

Sambil mencoba bersabar terhadap GPRS Telkomsel yang ngos-ngosan memberi nafas Opera Mini di Hp Aikon XM-5310 saya masih sempet 3 kali up date status dan berinteraksi di Facebook mobile.

Yang naik Batavia berangkat lebih dahulu, sejenak terbengong-bengong menyaksikan pesawat Boeing 737-300 membelah genangan air di landasan, sepintas mengingatkan speed boat tuwir (tua) milik kantor saat membelah perairan Maumere. Menyadari kemungkinan resiko terpeleset saat take off membuat saya merinding... sebentar lagi giliran saya take off. Alhamdulillah semua lancar Sampai Kupang.

Lagi asik mencoba gaya si Sandy bikin bola-bola asap rokok datang bule mau meminjam korek api...
Sekilas saya tahu nih bule tadi minta rokok sama penumpang yang ngerokok di pojok... (bule gak modal nih kayaknya)
Dari insiden minta rokok dan minjem korek api  itu dia mulai cuap-cuap kepada kami para penghuni smoking room.

Intinya, dia mau ke Denpasar, dia sudah punya tiket Merpati dan boarding pass tapi tiketnya untuk flight kemarin (tgl 14 Mei 2010) tapi karena kemarin gak ada flight, itulah sebabnya dia hari ini terdampar di smoking room padahal dia bukan smoker... (wah pantas saja gak modal, lah dia bukan perokok... yah pantas saja gak bawa rokok dan korek api... aduh dosa dah saya sudah suudzhon sama bule apes itu, maaf yah mister)

I have ticket, i have boarding pass, but.... is it fake? (sambil nunjukin tiket dan boarding passnya)

kata FAKE ini walaupun bisa diperdebatkan penggunaannya tapi mungkin dia punya alasan tertentu menggunakan kata itu, tapi itu khan bahasa dia, mana saya ngerti penggunaan yang pas atau tidak soal kata FAKE untuk tiket dan boarding passnya.

Untuk menebus rasa bersalah yah saya ikut nimbrung (bahasa linggis doang sih bisa lah... yah walaupun test TOEFL gak nembus nilai rata-rata).... saya cerita tentang rencana kedatangan temen dari Denpasar yang rencananya tanggal 11 Mei datang ke Maumere dengan Merpati, tapi di cancel. Itupun saya sudah sempat booking buat kepulangan temen saya, tapi memang Merpati gak ada flight jadi booking Batavia deh. (yang akhirnya gak terpakai juga, karena dia gak jadi datang).

Bule itu mempertanyakan kenapa Merpati "berani" menjual tiket tanpa ada kepastian flight? yah kami sih yang ada di situ diam saja, masing-masing punya jawaban sendiri, kalau pengalaman saya sih, pernah ada tamu dari Surabaya yang sudah booking tapi masuk di list cadangan (saya gak ngerti istilah teknisnya), nah pada hari H ternyata tamu saya gak dapat flight. Pengalaman kedua saat saya kedatangan tamu dari Denpasar, tapi karena tamu yang ini punya "chanel" dengan manajemen Merpati di Ngurah Rai, akhirnya beliau "berhasil" terbang ke Denpasar. Dengan pengalaman kayak gitu, yah saya gak berani berharap dengan yang namanya "cadangan" versi Merpati di Maumere.

Saya pernah denger, kalo maskapai penerbangan gak bisa menerbangkan penumpang sampai berapa lama gitu, mereka harus mentransfer penumpangnya ke maskapai yang ada untuk tujuan yang sama, atau bagaimana gitu. (yuk kita baca2 lagi peraturan penerbangan yang mengatur tingkah laku maskapai).

Dari segi konsumen ini bukan saja merugikan materil, tapi ketidak pastian itu bener-bener menjengkelkan, jadi bule itu (ada 2 orang) paling tidak harus balik lagi ke hotel, check in lagi, nanya bolak-balik tentang kepastian tiketnya... ohhh yeah, sebuah pengalaman yang tentunya tidak akan terlupakan. Saya mau tahu kira-kira cerita apa yang akan para wisman itu bawa ke negaranya dan ceritakan ke publik nanti tentang Maumere. Pastinya sih "pengalaman tidak terlupakan" itu akan tetap tercatat dalam memori mereka.

Oh yah sebelum pamit saya cuma mau mengingatkan, jangan kira ketidak pedulian kita tidak menyumbang andil suksesnya "pengalaman tidak terlupakan" dari para wisman itu, dan jangan kira kesan jelek itu hanya akan ditanggung Merpati sendirian. Tidak, kita semua, Maumere khususnya akan mendapat catatan yang seharusnya bisa kita buat baik. Tidak profesional dan tidak pedulinya Manajemen Merpati di Maumere tidak lepas dari andil "ketidak-pedulian" kita yang membiarkan hal itu terus terjadi.

Saya menulis ini dalam rangka memutus "ketidak pedulian" dgn cara saya, mungkin bukan cara yang bagus dan efektif juga gak recomended kok untuk di ikuti, silahkan pilih cara masing-masing yang kiranya cocok untuk menuntut peningkatan profesionalitas Manajemen Merpati Maumere (*provokator mode on).

Kupang - 15 Mei 2010. 22:22.



NB: Saat saya di Bandara Eltari Kupang, menunggu flight ke Denpasar (16 Mei 2010) saya mendapat info bahwa pesawat Foker-100 milik Merpati yang biasanya melayani penerbangan via Maumere sedang dalam perbaikan di Surabaya dan diganti dgn salah satu pesawat lainnya. Mudah2an wisman tadi dapat ikut dengan flight pengganti dari Merpati.

Posting Komentar

No Spam, Please.